Skip to main content

Merasa "Tertipu" Asuransi



“...Saat itu usia anak saya baru dua tahun, hingga datang seorang agen asuransi dari perusahaan Asuransi ABCD menawarkan produk Tabungan Pendidikan untuk anak saya.  Tentu, sebagai orang tua yang bertanggungjawab kami memikirkan ini, dan produk yang ditawarkan cukup menarik minat kami.  Diceritakan oleh agen tersebut, bahwa pada tahun ke 10, saat anak saya masuk SMP kelak, ada sejumlah dana yang bisa diambil untuk tambahan biaya masuk SMP.
Kami memutuskan menabung Rp 500.000,- per bulan.  Hingga kemudian, dua minggu lalu, tepat dua tahun kami menabung kami memerlukan dana darurat untuk sebuah keperluan.  Kami berfikir bahwa uang di Tabungan pendidikan anak kami bisa dicairkan, tentu jumlahnya lumayan.  Kurang lebih Rp 500.000 x 24 = Rp 12.000.000,-.  Nyatanya, setelah kami klaim ke perusahaan asuransi ACD tersebut, jumlah yang bisa kami cairkan tak sampai sepersepuluh nilai tabungan kami selama ini.
Saya merasa tertipu...”

Demikian kutipan yang saya ambil dari surat pembaca sebuah media cetak pagi ini.  Benarkah nasabah tersebut tertipu oleh perusahaan Asuransi ABCD ?
 
Coba kita telisik lebih dalam.  Di Bengkel Uang yang saya tulis minggu lalu, sudah saya ungkap beberapa kiat jitu memilih produk asuransi.  Artikel ini masih berhubungan dengan artikel minggu lalu.   Mari kita bedah keluhan nasabah di atas.

Pertama dari ceritanya, patut diduga produk yang diambil oleh nasabah adalah produk yang tergolong Unit Link, yaitu produk yang mengkolaborasikan antara asuransi dan investasi.  Asuransinya dikelola oleh perusahaan Asuransi dan Investasi dikelola Manager Investasi.  Dalam produk Unit Link ini, premi yang dibayarkan oleh nasabah tidak serta merta diinvestasikan (atau bahasa awamnya : ditabung) semua.  Premi tersebut akan dipotong oleh Biaya Asuransi (Cost of Insurance/CoI), biaya yang dibebankan pada premi untuk membayar biaya pertanggungan asuransi.  Makin tua usia nasabah, makin beresiko si nasabah maka CoI ini akan makin mahal.

Kemudian premi di tahun-tahun awal juga akan dipotong oleh Biaya Akusisi, yaitu biaya yang dibebankan pada premi nasabah untuk pengelolaan administrasi, membayar komisi tenaga penjualan hingga pencetakan polis.  Cermati dengan baik biaya akuisisi ini, berbeda produk, berbeda perusahaan maka berbeda pula besarnya biaya akuisisi ini.  Besarnya berkisar 50 – 205%.  Bayangkan, bila biaya akusisi 205% artinya selama setidaknya 2 tahun pertama, tak ada bagian premi yang diinvestasikan.   

Terjawab sudah keluhan nasabah di atas.  Nasehat saya, bila niatnya investasi, cari produk Unit Link dengan biaya akusisi terendah.

Kedua, produk Unit Link memang bukan produk tabungan jangka pendek atau dana darurat.  Bila ditarik di bawah lima tahun, nilai imbal investasinya tak akan optimal, justru malah mungkin menyusut.   Sehingga kurang tepat langkah nasabah “mencairkan” tabungan pendidikan tersebut.  Tabungan pendidikan di asuransi bukanlah dana darurat yang bisa dicairkan pada jangka pendek, dia memang dirancang untuk jangka menengah dan panjang.  

Maka, akan sangat bijak bila nasabah kembali memahami 4 langkah Perencanaan Keuangan Keluarga : Memahami Tujuan Penghasilan – Menabung – Memiliki Asuransi – Investasi.  Bila memang berniat memiliki Produk Keuangan yang Komplit, ada baiknya memiliki Tabungan di bank untuk persiapan dana darurat serta mendadak, Asuransi untuk melindungi Nilai Ekonomis serta produk Investasi semacam reksadana untuk pengembangan harta jangka menengah dan panjang.

Saya percaya, tak ada produk yang diciptakan untuk sengaja menipu.  Tertipu itu pasti terjadi karena dua hal :  produk tidak sesuai untuk pembeli atau penjual tak lengkap mendiagnosa kebutuhan pembelinya, sehingga salah mengirim produk.  

Asuransi serta investasi, juga begitu, cermati kebutuhannya dan miliki sesuai kebutuhan itu.  Selamat belajar dan jangan lagi sampai “merasa” tertipu (**)     

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG