Katakan tulisan ini untuk menjawab beberapa pertanyaan, apakah membangun sebuah instalasi PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) "off grid" seperti yang saya share kemarin itu "mahal"?
Sebelum saya jawab, saya ceritakan dulu sebuah kisah untuk anda semua.
Tahun 2006, saya memulai usaha saya bernama "MISTERBLEK COFFEE". Dimulai dari ide -atau tepatnya mimpi- yang sederhana, membuat dan menyajikan kopi ala Starbucks tapi dengan harga yang bisa dijangkau khalayak umum. Rasa dan penampilan bintang lima, tapi harga kaki lima.
Tentu ada saja orang yang bertanya (bahkan mencibir) : Mana bisa bikin kopi "seperti itu" dengan harga murah? Alat bikin kopi kan mahal, bahan baku kopi nggak gampang didapat, sewa lokasi memang gampang, operasionalnya juga tak murah. Bikin usaha kopi seperti cafe dan menjual produknya dengan harga murah? Impossible to the max lah ...
Tapi pertanyaan harus dijawab. Saya "pulang ke kampus" bertanya pada teman-teman yang jagoan soal perkopian. Dan ternyata banyak skripsi dan penelitian soal pengolahan kopi yang bisa membantu mewujudkan impian itu.
Singkat cerita, karena dimulai, Misterblek sudah merambah hampir ke seluruh wilayah Indonesia, hingga usianya tak terasa menjelang 15 tahun.
Demikian juga PLTS ini.
Betul, beberapa komponen PLTS seperti Solar Panel dan Aki masih tergolong "mahal". Solar panel seperti yang saya miliki (kekuatan @200 Watt Peak), masing-masing harganya sekitar Rp 1.5 jutaan. Aki VRLA (khusus untuk PLTS) bekas, saya dapatkan dengan harga Rp 1.350.000 per buah.
Mengapa mahal? Apakah karena teknologinya tergolong baru? TIDAK. Teknologi Solar Sel sudah ditemukan tahun 1839 oleh Alexandre Edmund Becquerel.
Setelah saya cek, nyaris semua komponen dari solar panel, Solar Charge Controller (SCC), Inverter dan batere diimpor dari -terutama- China.
Kenapa nggak beli produk lokal? Tidak cinta produksi dalam negeri? Nggak lah, karena memang belum ada (atau belumbanyak?). Kenapa lokal belum mau bikin? Ya, karena secara skala ekonomi tidak "masuk". Kalaupun ada, harganya juga pasti mahal.
Bayangkan anda bikin pabrik kapasitas produksi (mesin dan tenaga kerja) sebanyak 1.000 buah per HARI.
Tapi karena marketnya nggak kenal, barang yang diproduksi (dan dibeli) hanya 1.000 buah per BULAN !. Sementara ongkos listrik, gaji buruh serta aneka biaya tetap antara produksi 1000/hari dan 1000/bulan sama saja. Dampaknya beban ongkos operasi dalam Harga Pokok Produksi juga tinggi. Endingnya, produsen akan jual dengan harga lebih mahal untuk menutup itu semua.
Lalu apa hubungannya antara Misterblek dan PLTS? Hubungannya : semua hal "baru" butuh inisiatif dan partisipasi kita semua. Terutama yang memiliki kemampuan (baik skill maupun materi). Makin banyak yang berpartisipasi, secara skala ekonomi akan jauh menguntungkan dan membuat harga juga makin bersaing.
Bangsa kita ini susah maju karena terlalu banyak mikirin "hal negatif" ketimbang peluang di baliknya.
Ketika dunia pasar modal dikuasai pemodal asing, kita berteriak ", Asing menjajah ekonomi". Padahal yang terjadi adalah karena kita sebenarnya males, tak mau tahu dan tak mau belajar (apalagi berinvestasi).
Kalau anda mau sedikit baca, 50.06% dari total kepemilikan saham non warkat (atau senilai Rp 1557 trilyun) di Bursa Efek Indonesia adalah milik asing.
Kenapa seperti itu? Ya, karena... Jangankan untuk berinvestasi di saham, belajar soal investasipun ogah. Mendengar perihal investasi hanya hal-hal buruknya, karena mencari narasumber yang sama sekali tidak kompeten bicara soal investasi. Ditambah mental mau untungnya saja, tapi ogah rugi. Ujungnya kejebak penipuan "investasi" bodong.
Balik ke PLTS. Pemerintah sudah memberi dorongan lewat Permen ESDM no 49/2018.
Tinggal kita, anda semua yang mampu mengeluarkan mulai dari 3 jutaan untuk investasi (sampai bujet unlimited) untuk berinisiatif dan mulai berpartisipasi.
Makin banyak permintaan atas komponen PLTS -walau tak otomatis- akan mendorong harga komponennya makin murah. Dan tentu menekan pemakaian "energi fosil".
Memang menghematnya banyak? Dengan tagihan listrik rata-rata tak pernah sampai Rp 500.000 per bulan, bisa menghemat Rp 50.000 per bulanpun, buat saya ... Ya, lumayan.
Apalagi kalau anda kenal keajaiban dunia keajaiban dunia no 8 yang bernama "Compounding", Rp 50.000/bulan ini berpotensi akan menjadi Rp 10 juta dalam waktu sepuluh tahun.
Soal PLTS, memang hanya cocok bagi anda yang bermental sebagai pioneer, inisiator dan partisipatif. Buat yang berprofesi sebagai kritikus serba ada... Memang tak cocok.
Yuk, kita ber PLTS. Mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang.
Bagaimana kalau tagihan listrik saya jutaan? Ya, kalau mau hemat banyak, ya siapkan modal lebih banyak. Bisa bayar listrik jutaan kok masih mikir untuk investasi 15-25 juta. Cuma seharga motor skutik.
Simpelnya, kata simbah saya di kampung : don't rich people difficult.
Comments
Post a Comment