Kalau ditanya, bila ada kesempatan (bukan uang), maukah anda membangun Rumah Ibadah atau Rumah Sakit untuk melayani kaum Dhuafa? Saya kira, jawaban hampir semua orang adalah : MAU.
Mungkin ada yang bertanya lagi, kok yang ditanya "Ada Kesempatan", bukan "Ada Uang"?
Barangkali ada yang belum tahu, beberapa hari lalu Pemerintah RI meluncurkan Sukuk Wakaf Ritel (SWR) 001 dan Cash Sukuk Linked Sukuk (CWLS) Ritel, dengan masa penawaran pada publik mulai 9 Oktober -12 November 2020.
Dulu, kalau berbicara Wakaf, maka kita berbicara untuk orang kaya raya yang tanahnya berserakan di mana-mana. Orang kaya seperti ini memiliki "privilege" mendapatkan Satu dari Tiga amal perbuatan yang menurut Hadits Riwayat Muslim dari Abu Hurairah : tak putus pahalanya walau orangnya sudah meninggal.
Lalu bagaimana halnya dengan "remukan rempeyek" seperti saya ini, yang tanahnya cuma satu pengki? Bisakah ikut menikmati "privilege" seperti orang-orang kaya itu? Jawabnya : Bisa. Kini muncul banyak kesempatan berwakaf, yaitu dengan program "Wakaf Tunai Produktif" yang mulai banyak disosialisaikan.
Kemudian, makhluk apakah Sukuk Wakaf? Sukuk Wakaf adalah instrumen investasi yang sesuai prinsip syariah, dimana uang investor (mulai dari Rp 1 juta) "dipinjamkan pada negara untuk usaha" serta imbal hasilnya akan diberikan setiap bulan pada nazhir (lembaga pengelola manfaat wakaf). jadi imbal hasilnya tak kita nikmati sendiri sebagaimana Sukuk yang biasa ada selama ini.
Imbal hasil yang dijanjikan oleh SWR 001 ini sebesar 5.5% per tahun, dan akan jatuh tempo, modal dikembalikan ke investor pada 10 November 2022. Bedanya dengan Obligasi Konvensional adalah Setiap Sukuk harus memiliki "Underlying Asset". nah, "Underlying Asset" SWR 001 ini adalah Barang dan Proyek Pemerintah tahun APBN 2020.
Sehingga remukan rempeyek kayak saya tetap bisa berwakaf, dan malah modal pokoknya kembali.
Tapi, sebenarnya ada lagi yang lebih berdampak saat berwakaf buat kaum remukan rempeyek. Mulainya dari Rp 350.000 - Rp 500.000,- per bulan.
Namanya Manfaat Wakaf Asuransi Jiwa Syariah, sebagaimana yang diatur oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dalam Fatwa No 106/DSN-MUI/X/2016.
Walah Asuransi Jiwa Syariah? Buat yang belum tahu, Cara Kerja Asuransi Jiwa Syariah sudah diatur oleh DSN MUI juga lho ... dalam Fatwa no 21/DSN-MUI/X/2001. Buat yang belum tahu lagi, MUI itu isinya ulama, artinya kumpulan ulama. Kata guru saya, kalau ulama sudah berfatwa, kita baiknya hanya ikut tak perlu ngeyel. Samina Wa Athona. karena ilmu agama kita pasti cuma seupil semut dibanding beliau-beliau ini.
Cara kerjanya, manfaat Uang Pertanggungan yang cair saat seseorang meninggal dunia -menurut fatwa tersebut- bisa dimanfaatkan maksimal 45% untuk Wakaf. dan itu diikat dalam sebuah Akad wakaf ketika nasabah mau ikut program ini.
Namun, pada dasarnya ajakan "Berwakaf Tunai Produktif" baik melalui SWR 001 maupun Asuransi Jiwa Syariah sebenarnyanya bukan cuma buat kaum "remukan rempeyek" kayak saya, buat yang kaum tajir melintir juga sih...
Karena syarat mengikuti Program Wakaf seperti ini, sekali lagi, bukan karena memiliki uang, atau penampilan yang relijiyes. Orang yang mau dan siap berwakaf syaratnya hanya satu : Sudah selesai dengan (urusan) dirinya sendiri.
Remukan rempeyek...tos dulu.
Comments
Post a Comment