Skip to main content

GEMBALA YANG BAHAGIA

Seperti biasa, lepas subuh bila sedang malas membaca buku, saya gunakan waktu untuk nonton tivi. Kali ini saya memilih menonton liputan dokumenter "Wild Shepherdess" oleh reporter Kate Humble (BBC) ke Koridor Wakhan, di sela pegunungan antara Afghanistan dan Tajikistan. Diapit Pegunungan Pamir di Utara dan Pegunungan Karakoram di Selatan.

Kate Humble, bagi yang suka nonton dokumentasi BBC, meliput kehidupan para penggembala di daerah-daerah sangat terpencil di dunia. Dia meliput hingga ke pojok terpencil negeri Peru selain ke Afghanistan.

Kate sendiri memutuskan meliput kehidupan para penggembala, karena dalam film dokumenternya yang pertama, dia sendiri memutuskan memilih menjadi peternak di pinggiran kota Wales, Inggris.

Liputan dibuat dalam 3 episode, dan saya menonton episode pertama dari tiga episode saat Kate mengunjungi masyarakat Wakhi. Para Wakhi sudah hidup ribuan tahun dalam tradisi beternak di pinggang gunung yang ganas karena hanya memiliki dua cuaca : dingin dan dingin sekali.

Perjalanan untuk mencapai pemukiman para Wakhi harus ditempuhnya selama dua hari dari lapangan pendaratan pesawat yang diratakan seadanya : berjalan kaki.

Ketika musim dingin sekali tiba, malam dan pagi suhu mencapai -15 derajat celcius. Rumput membeku atau tertutup salju, sehingga ternak kesulitan untuk merumput. Maka itu tanda mereka harus pindah, tak hanya bersama ratusan ekor kambing dan Yak (semacam kerbau atau sapi di tempat kita), namun juga beserta "rumah" bongkar pasang mereka. Mereka pindah menuju lokasi yang lebih rendah, yang lebih hangat untuk 10-12 hari mendatang.

Dan ketika di tempat baru, salju turun kembali, maka mereka akan berkemas, pindah, membawa semua harta serta menggiring ternak : dengan riang gembira.

Dalam satu adegan, Kate mewawancarai seorang Wakhi, wanita tua berusia 80-an tahun, yang untuk ritual pindahan itu harus naik Yak karena sudah tak kuat berjalan. Kate mengajukan pertanyaan ",Apakah anda BAHAGIA dengan kehidupan seperti ini?".

Wanita tua itu menjawab di atas punggung Yak yang akan membawanya dalam perjalanan tiga-empat jam ke lereng yang lebih rendah dari Pegunungan Hindukush : Apa alasan aku tak menjadi bahagia.

Jawaban yang menarik, ketika banyak di antara kita kehilangan alasan untuk menjadi bahagia.

Menonton TV di layar ada Presiden pidato, nggak bahagia. Membaca koran melihat Gubernur bicara, nggak bahagia. Membaca medsos ketemu teman berhasil, nggak bahagia. Bahkan dagangannya ditolak orang, juga tiba-tiba serasa dunia runtuh, kehilangan bahagia.

Ada alasan untuk tak bahagia. Namun tak ada alasan untuk tak bahagia, seperti kata nenek gembala dari Wakhan tadi.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG