T
Tadi malam, saya diberikan kepercayaan oleh mantan atasan, sekaligus mentor : Ibu Maria Goretti Limi Xu mengisi sesi IG Live beliau. Kalau bicara Sales dan Marketing di dunia media massa, beliau termasuk salah satu “legend”, masternya master. Kami pernah satu kantor ketika di Seputar Indonesia, sekitar tahun 2005-2006.
Salah satu pertanyaan yang beliau ajukan adalah “,Ngapain nyemplung ke dunia asuransi jiwa (syariah), sebuah dunia bisnis yang penuh penolakan”.
Saya teringat salah satu tulisan di buku “Blink” yang ditulis oleh Malcolm Gladwell. Dia menulis soal Perilaku bernama “Priming”, yaitu perilaku memberikan “label” atau “stereotyping” berdasar suatu hal tertentu, misalnya Ras.
Kalau kita mendengar kata “orang Batak” maka berbeda bayangan kita bila disebut kata “orang Jawa” atau “orang Ambon”. Padahal perilaku asli orang per orangnya bisa jadi jauh dari karakter yang kita bayangkan. Orang Batak bisa lebih njawani dari orang Jawa, demikian sebaliknya misalnya.
Itulah Priming, sesuatu yang karena diucapkan terus menerus menjadi kita percayai kebenarannya. Agak berbeda dengan “Cuci Otak” atau “Brainwash” yang dirancang, Priming sifatnya alami. Karena terus menerus disampaikan ke otak, lalu kita percaya itu benar.
Saya jawab ke bu Limi “,Ibu masih ingat kan kita keliling Biro Iklan, Produsen menawarkan Paket-Paket Iklan di Sindo dulu? Apakah semua menerima? Rasanya di awal-awal berdirinya Sindo 90% menolak karena alasan yang rasional : Sudah kontrak tahunan sama kompetitor (cq. Kompas, Media Indonesia, Republika), belum ada strategi nambah media untuk beriklan dan bahkan nggak ada bujet. Cara menolaknya dari mulai yang halus, diam-diam mulai susah dihubungi sampai menjawab dengan ketus. “Udah gangguin aja, nanti kalau saya perlu, saya akan kontak”, Begitu dulu mereka bilang. Pun 10% yang beli lebih karena faktor “kenal baik”.
Jadi penolakan ada di mana-mana. “Bedanya, kita tidak gembar-gembor ke mana-mana saat ditolak dan kita tidak mem-priming- hal penolakan pada team sales kita. Ditolak ya kita telan penolakannya, nanti kita bikinin paket baru, lalu kita tawarin lagi”.
Nah, di Industri asuransi, justru yang mem-priming- agen atau calon agen adalah para leadernya. Pas calon agen mau masuk, kita bilang “,Kamu harus siap mental ya, karena ini bisnis penolakan”. Karena itu yang terus-menerus disampaikan, akhirnya muncullah yang dipercayai kebenarannya bahwa : Bisnis Asuransi adalah Bisnis Penolakan. Ditolak adalah kehinaaan, makanya perlu siap mental baja. Bahkan, terkadang hal itu disampaikan pada para “newbie” untuk menunjukkan kita adalah pribadi yang tegar walau sering ditolak. Lebay banget ...
Maka, tiap kali saya mengisi kelas (Perencanaan Waris dan Wakaf) saya selalu bilang pada teman-teman : Yuk, kita ubah kata-kata kita pada team kita. Kita buang kata-kata “Bisnis Penolakan”, kita ganti dengan “Bisnis Membantu Orang” ... bahkan dalam konteks Waris dan Wakaf menjadi Syi’ar atau Dakwah.
Bilapun ada yang tak setuju, tak masalah. Kita hidup kan bukan untuk minta “approval” dari tiap orang yang kita temui. Bahkan Nabi dan Rasul saja tak bisa diterima semua orang, apalagi kita yang cuma “kutukupret”.
Jadi... tak ada itu “Bisnis Penolakan”. Jangan pernah kita sebut lagi kata itu pada team kita atau orang yang akan kita rekrut. Deal kan...
Salah satu pertanyaan yang beliau ajukan adalah “,Ngapain nyemplung ke dunia asuransi jiwa (syariah), sebuah dunia bisnis yang penuh penolakan”.
Saya teringat salah satu tulisan di buku “Blink” yang ditulis oleh Malcolm Gladwell. Dia menulis soal Perilaku bernama “Priming”, yaitu perilaku memberikan “label” atau “stereotyping” berdasar suatu hal tertentu, misalnya Ras.
Kalau kita mendengar kata “orang Batak” maka berbeda bayangan kita bila disebut kata “orang Jawa” atau “orang Ambon”. Padahal perilaku asli orang per orangnya bisa jadi jauh dari karakter yang kita bayangkan. Orang Batak bisa lebih njawani dari orang Jawa, demikian sebaliknya misalnya.
Itulah Priming, sesuatu yang karena diucapkan terus menerus menjadi kita percayai kebenarannya. Agak berbeda dengan “Cuci Otak” atau “Brainwash” yang dirancang, Priming sifatnya alami. Karena terus menerus disampaikan ke otak, lalu kita percaya itu benar.
Saya jawab ke bu Limi “,Ibu masih ingat kan kita keliling Biro Iklan, Produsen menawarkan Paket-Paket Iklan di Sindo dulu? Apakah semua menerima? Rasanya di awal-awal berdirinya Sindo 90% menolak karena alasan yang rasional : Sudah kontrak tahunan sama kompetitor (cq. Kompas, Media Indonesia, Republika), belum ada strategi nambah media untuk beriklan dan bahkan nggak ada bujet. Cara menolaknya dari mulai yang halus, diam-diam mulai susah dihubungi sampai menjawab dengan ketus. “Udah gangguin aja, nanti kalau saya perlu, saya akan kontak”, Begitu dulu mereka bilang. Pun 10% yang beli lebih karena faktor “kenal baik”.
Jadi penolakan ada di mana-mana. “Bedanya, kita tidak gembar-gembor ke mana-mana saat ditolak dan kita tidak mem-priming- hal penolakan pada team sales kita. Ditolak ya kita telan penolakannya, nanti kita bikinin paket baru, lalu kita tawarin lagi”.
Nah, di Industri asuransi, justru yang mem-priming- agen atau calon agen adalah para leadernya. Pas calon agen mau masuk, kita bilang “,Kamu harus siap mental ya, karena ini bisnis penolakan”. Karena itu yang terus-menerus disampaikan, akhirnya muncullah yang dipercayai kebenarannya bahwa : Bisnis Asuransi adalah Bisnis Penolakan. Ditolak adalah kehinaaan, makanya perlu siap mental baja. Bahkan, terkadang hal itu disampaikan pada para “newbie” untuk menunjukkan kita adalah pribadi yang tegar walau sering ditolak. Lebay banget ...
Maka, tiap kali saya mengisi kelas (Perencanaan Waris dan Wakaf) saya selalu bilang pada teman-teman : Yuk, kita ubah kata-kata kita pada team kita. Kita buang kata-kata “Bisnis Penolakan”, kita ganti dengan “Bisnis Membantu Orang” ... bahkan dalam konteks Waris dan Wakaf menjadi Syi’ar atau Dakwah.
Bilapun ada yang tak setuju, tak masalah. Kita hidup kan bukan untuk minta “approval” dari tiap orang yang kita temui. Bahkan Nabi dan Rasul saja tak bisa diterima semua orang, apalagi kita yang cuma “kutukupret”.
Jadi... tak ada itu “Bisnis Penolakan”. Jangan pernah kita sebut lagi kata itu pada team kita atau orang yang akan kita rekrut. Deal kan...
Comments
Post a Comment