"Kamu ini dari tadi main melulu, lari-larian. Udah berhenti. mama yang lihat aja capek", Kata seorang ibu sambil menjewer telinga anak laki-lakinya yang berlarian di halaman masjid saat jeda antara sholat Tarawih dan Sholat Witir.
Mengapa seorang anak kecil kalau sudah bermain sampai lupa waktu dan lupa capek?
Dalam sebuah organisasi, selalu saja ada orang yang rajin bekerja serta ada yang tidak. Dalam kelompok yang rajin, masih dibagi lagi : rajin beneran atau rajin karena terpaksa.

Bagaimana membedakannya ?
Lihat wajah dan rekap absensi mereka. Sebagai contoh, lihatlah foto saya tahun 2006 ini. Ini adalah contoh orang yang kelihatannya rajin dan giat bekerja, namun didasari rasa terpaksa. Tak ada pilihan lain selain harus bekerja di tempat atau pekerjaan itu.
Dulu, tiap kali pagi datang, badan rasanya malas untuk digerakkan. Sehingga, kalau sudah sampai puncak rasa malas badan tiba-tiba terasa pegal atau pusing, saya memutuskan datang terlambat atau absen sama sekali ke kantor. Rasa Malas dan Badan pegal terasa kompak saja.
Maka, saya seperti diingatkan tadi malam itu. Ketika melihat ibu-ibu menegur anakmya dan imam shalat tarawih membaca surat Yasin ayat 65, sadarlah saya bahwa (anggota) badan tak bisa bohong.
Sehingga jangan heran, kalau ada orang yang pekerjaannya selalu telat datang ke rapat atau pertemuan. Ada pula yang pekerjaannya absen tiap kali diajak meeting dengan berbagai alasan. Itu karena mereka sedang tidak menikmati pekerjaan yang dijalaninya, maka biasanya kontribusinya juga tak ada.
Wajah dan (penampakan) semangatnya sih kelihatan tinggi. Kalau diminta meneriakkan yel-yel "Yes..Yes...Yes !" selalu paling kencang, namun belum tentu hatinya senang.
Anak-anak tak bisa (dan tak punya rasa) capek, karena bermain membuat hatinya senang. Sehingga, bila ingin mengerjakan sebuah pekerjaan atau usaha, kita pastikan hati kita senang terlebih dahulu. Karena kalau tidak, nanti "jatuhnya" terpaksa.
Jadi kalau ketemu orang yang (merasa) terpaksa seperti ini, jangan makin dipaksa. Semakin dipaksa , makin "BERMUTU" dia. Kasihan.
Bermutu itu BerMUka TUa ... boros
Dalam sebuah organisasi, selalu saja ada orang yang rajin bekerja serta ada yang tidak. Dalam kelompok yang rajin, masih dibagi lagi : rajin beneran atau rajin karena terpaksa.

Bagaimana membedakannya ?
Lihat wajah dan rekap absensi mereka. Sebagai contoh, lihatlah foto saya tahun 2006 ini. Ini adalah contoh orang yang kelihatannya rajin dan giat bekerja, namun didasari rasa terpaksa. Tak ada pilihan lain selain harus bekerja di tempat atau pekerjaan itu.
Dulu, tiap kali pagi datang, badan rasanya malas untuk digerakkan. Sehingga, kalau sudah sampai puncak rasa malas badan tiba-tiba terasa pegal atau pusing, saya memutuskan datang terlambat atau absen sama sekali ke kantor. Rasa Malas dan Badan pegal terasa kompak saja.
Maka, saya seperti diingatkan tadi malam itu. Ketika melihat ibu-ibu menegur anakmya dan imam shalat tarawih membaca surat Yasin ayat 65, sadarlah saya bahwa (anggota) badan tak bisa bohong.
Sehingga jangan heran, kalau ada orang yang pekerjaannya selalu telat datang ke rapat atau pertemuan. Ada pula yang pekerjaannya absen tiap kali diajak meeting dengan berbagai alasan. Itu karena mereka sedang tidak menikmati pekerjaan yang dijalaninya, maka biasanya kontribusinya juga tak ada.
Wajah dan (penampakan) semangatnya sih kelihatan tinggi. Kalau diminta meneriakkan yel-yel "Yes..Yes...Yes !" selalu paling kencang, namun belum tentu hatinya senang.
Anak-anak tak bisa (dan tak punya rasa) capek, karena bermain membuat hatinya senang. Sehingga, bila ingin mengerjakan sebuah pekerjaan atau usaha, kita pastikan hati kita senang terlebih dahulu. Karena kalau tidak, nanti "jatuhnya" terpaksa.
Jadi kalau ketemu orang yang (merasa) terpaksa seperti ini, jangan makin dipaksa. Semakin dipaksa , makin "BERMUTU" dia. Kasihan.
Bermutu itu BerMUka TUa ... boros
Comments
Post a Comment