Skip to main content

DIAJAK MAKAN DI HOTEL TUGU

Tadi malam kami diajak makan di tempat yang istimewa di kota Malang : Hotel Tugu.

Bu Lily dan pak Joseph serta ibu Janni dan pak Hendro berbaik hati membawa kami ke Restoran yang terletak di Hotel yang menyimpan sejarah panjang Raja Gula Indonesia : Oei Tiong Ham.

Kami beruntung bisa mendapat tempat yang istimewa di restoran ini : Ruang Soekarno. Di ruangan ini, banyak terpajang memorabilia Soekarno, Presiden RI pertama. Dari skrip pembelaan diri di pengadilan, hingga Dekrit pembebasan Irian Barat.

Setelah memesan makanan, kami diajak oleh mas Rio staf hotel, untuk berkeliling. Koleksi harta peninggalan Oei Tiong Ham yang tersimpan di hotel ini sangat menakjubkan.

Saya pertama kali tahu nama Oei Tiong Ham justru dari sebuah novel yang ditulis Remy Sylado yang berjudul Mata Hari.

Novel ini sebenarnya bercerita tentang seorang agen rahasia cantik kelahiran Friesland, Belanda yang memakai nama Mata Hari. Nama Mata Hari diambil oleh agen rahasia itu terinspirasi oleh sebuah koran berbahasa Melayu yang beredar di Semarang pada abad ke 18, nama koran itu Mata Hari. Koran Mata Hari diterbitkan oleh Oei Tiong Ham.

Oei Tiong Ham sendiri adalah tokoh penting dalam sejarah per-gula-an di Indonesia, karena lima pabrik gula yang dimilikinya adalah cikal bakal pabrik gula yang dimiliki oleh BUMN PT Rajawali Nusindo Indonesia (RNI).

Oei Tiong Ham meninggal dunia tahun 1924 di Singapura.  Mengapa meninggal di Singapura? Pasti karena ajalnya sudah tiba.

Bukan itu, ada cerita di balik itu.

Oei Tiong Ham memutuskan pindah ke Singapura karena berselisih dengan Pemerintah Hindia Belanda. Persoalannya karena PERENCANAAN WARIS!

Sebagai orang yang super kaya, Oei meninggalkan harta berupa uang, asset dan perusahaan yang banyak. Dan... Oei juga memiliki banyak istri dan anak.  Ada yang bilang dia memiliki 8 istri dan 16 orang anak, ada yang bilang dia punya 18 istri dan gundik serta 42 anak.

Hukum Waris Hindia Belanda (yang hingga kini diadopsi oleh Hukum Perdata Indonesia) menganut sistem "Civil Law". Sistem ini bilang, dalam Proses Pembagian Waris berlaku Pembagian Sama Rata sesuai Undang-Undang.

Oei tidak sepakat dengan sistem ini. Dia berencana, warisan berupa perusahaan hanya diberikan pada anak-anaknya yang punya kompetensi. Anak yang tidak kompeten hanya akan diberi warisan uang. Tapi Hukum Waris di Indonesia (yang dibuat pemerintah Belanda) tak bisa mengadopsi Perencanaan Waris itu.

Setelah berselisih, bersitegang dengan Pemerintah Hindia Belanda dan tak menemukan titik sepakat: Oei memutuskan pindah ke Singapura.

Mengapa Singapura? Karena sistem hukum yang dianut berbeda. Di Singapura, mereka menganut sistem hukum Common Law yang bisa mengakomodasi Perencanaan Waris Oei.

Singkat cerita proses pewarisan berpayung sistem hukum Singapura berjalan mulus, hingga akhirnya asset Oei yang dikelola anaknya dinasionalisasi Pemerintah RI pada tahun 1960-an.

Cerita Oei mengingatkan saya pada pertanyaan seorang peserta di Kelas Perencanaan Waris kemarin.

"Pak, saya ketemu klien-klien yang kalau saya sampaikan soal Perencanaan Waris selalu menghindar",kata peserta itu.

Saya bilang, Perencanaan Waris memang bukan untuk semua orang. Kalau menganggap perencanaan waris tidak penting : bisa jadi dia tak punya asset (yang bisa diwariskan), bisa juga dia tak sadar bahwa hutang itu bagian yang bisa diwariskan (dan berpotensi) jadi beban untuk anak dan istri yang ditinggalkan.

Tapi itu bukan alasan untuk kita berhenti mendalami perihal Ilmu Perencanaan Waris serta berbagi pada tiap orang yang kita temui.

Selesai berkeliling hotel melihat koleksi peninggalan Oei Tiong Ham, saya kembali ke meja.

Di atas meja, Rawon Dengkul yang saya pesan sudah terhidang. Menggoda.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG