"Mas, teman saya kok bisa 'closing' penjualan besar-besar, sedangkan aku tidak?",Tanya seorang teman saat buka puasa kemarin. Lalu saya ceritakan kisah yang pernah saya tulis dua tahun lalu ( http://www.basriadhi.com/2017/…/dua-kota-tiga-cerita-ii.html).
Seorang ibu mengeluh, kepalanya pusing, mau berfikir untuk memulai usaha rasanya buntu. Saat saya tanya kenapa bisa begitu, dia menjawab", Saya punya hutang di Bank, pak". Hutangnya 'hanya' Rp 20 juta, tapi pusingnya tujuh keliling. maka, dengan sok bijak seperti biasa, saya bilang",Ibu, bagaimana Tuhan bisa percaya pada ibu untuk mengelola rezeki milyaran, kalau hanya karena hutang Rp 20 juta otaknya sudah buntu".
"Hubungannya dengan kasusku apa mas",kata temanku penasaran.
"Hubungan soal Kapasitas Diri",kata saya. Ada seorang teman kuliah, memiliki usaha yang sangat bagus. Omzet dan keuntungan ratusan miliar setahun. Karena ada sedikit kesalahan pengambilan keputusan, dalam satu tahun kondisinya berbalik : dia tiba-tiba memiliki hutang puluhan miliar.
Setiap kali ketemu, tidak sedikitpun teman kuliah saya ini mengeluh, sikapnya tetap positif. Dia tetap tersenyum seperti biasa, hingga saya dengar kabar dari salah satu orang kepercayaannya bahwa dalam waktu satu setengah tahun hutang puluhan miliar itu sudah lunas.
Jadi, rezeki sudah diatur itu betul. Tapi Ikhtiar menemukan di mana rezeki itu berada dan faktor kapasitas diri juga penting.
"Bagaimana kamu bisa 'closing' penjualan besar kalau pengetahuanmu soal konsep produk masih lemah. Diajak masuk kelas training malasnya minta ampun, dan penampilanmu tidak meyakinkan klien untuk percaya padamu",Kata saya. lagi-lagi sok bijak.
"Gimana mau mikirin penampilan, mas. Duit cekak melulu. kalau temanku itu kan modalnya ada, dia bermobil, penampilan keren",tangkisnya.
Itulah. Pernyataan itu menggambarkan kapasitas diri kita. Orang dengan kapasitas diri rendah, bukannya sadar bahwa kalau tidak bisa itu belajar, kalau belum sampai itu berusaha : tapi yang dia lakukan justru Menyalahkan Orang Lain.
Datang training saja nggak mau, lha mosok Tuhan suruh percaya kita mampu "handle" penjualan besar. Jangankan Tuhan, nasabah aja nggak percaya.
"Bagaimana nasabah atau klien percaya sama kamu, saat mereka tanya kamu 'blekak-blekuk' menjawab pertanyaan",kata saya.
"Bagaimana Tuhan percaya memberi kamu rezeki besar, ketika usahamu menuju ke rezeki besar itu hanya dengan sibuk menganalisa orang lain, dan akhirnya mengeluarkan jurus "mental korban?",Imbuh saya.
Terus belajar, bekerja dengan gigih, tidak banyak alasan, serta tidak mudah menyalahkan orang adalah beberapa upaya peningkatan kapasitas diri.
Heran, tadi malam itu saya merasa sebijak Ajahn Brahms. Mungkin karena ketika orang lain memilih berbuka puasa pakai nasi ayam, saya pakai kolak ubi...
** Illustrasi : salah satu upaya peningkatan kapasitas diri adalah berani cengengesan di depan menteri.
Seorang ibu mengeluh, kepalanya pusing, mau berfikir untuk memulai usaha rasanya buntu. Saat saya tanya kenapa bisa begitu, dia menjawab", Saya punya hutang di Bank, pak". Hutangnya 'hanya' Rp 20 juta, tapi pusingnya tujuh keliling. maka, dengan sok bijak seperti biasa, saya bilang",Ibu, bagaimana Tuhan bisa percaya pada ibu untuk mengelola rezeki milyaran, kalau hanya karena hutang Rp 20 juta otaknya sudah buntu".
"Hubungannya dengan kasusku apa mas",kata temanku penasaran.
"Hubungan soal Kapasitas Diri",kata saya. Ada seorang teman kuliah, memiliki usaha yang sangat bagus. Omzet dan keuntungan ratusan miliar setahun. Karena ada sedikit kesalahan pengambilan keputusan, dalam satu tahun kondisinya berbalik : dia tiba-tiba memiliki hutang puluhan miliar.
Setiap kali ketemu, tidak sedikitpun teman kuliah saya ini mengeluh, sikapnya tetap positif. Dia tetap tersenyum seperti biasa, hingga saya dengar kabar dari salah satu orang kepercayaannya bahwa dalam waktu satu setengah tahun hutang puluhan miliar itu sudah lunas.
Jadi, rezeki sudah diatur itu betul. Tapi Ikhtiar menemukan di mana rezeki itu berada dan faktor kapasitas diri juga penting.
"Bagaimana kamu bisa 'closing' penjualan besar kalau pengetahuanmu soal konsep produk masih lemah. Diajak masuk kelas training malasnya minta ampun, dan penampilanmu tidak meyakinkan klien untuk percaya padamu",Kata saya. lagi-lagi sok bijak.
"Gimana mau mikirin penampilan, mas. Duit cekak melulu. kalau temanku itu kan modalnya ada, dia bermobil, penampilan keren",tangkisnya.
Itulah. Pernyataan itu menggambarkan kapasitas diri kita. Orang dengan kapasitas diri rendah, bukannya sadar bahwa kalau tidak bisa itu belajar, kalau belum sampai itu berusaha : tapi yang dia lakukan justru Menyalahkan Orang Lain.
Datang training saja nggak mau, lha mosok Tuhan suruh percaya kita mampu "handle" penjualan besar. Jangankan Tuhan, nasabah aja nggak percaya.
"Bagaimana nasabah atau klien percaya sama kamu, saat mereka tanya kamu 'blekak-blekuk' menjawab pertanyaan",kata saya.
"Bagaimana Tuhan percaya memberi kamu rezeki besar, ketika usahamu menuju ke rezeki besar itu hanya dengan sibuk menganalisa orang lain, dan akhirnya mengeluarkan jurus "mental korban?",Imbuh saya.
Terus belajar, bekerja dengan gigih, tidak banyak alasan, serta tidak mudah menyalahkan orang adalah beberapa upaya peningkatan kapasitas diri.
Heran, tadi malam itu saya merasa sebijak Ajahn Brahms. Mungkin karena ketika orang lain memilih berbuka puasa pakai nasi ayam, saya pakai kolak ubi...
** Illustrasi : salah satu upaya peningkatan kapasitas diri adalah berani cengengesan di depan menteri.
Comments
Post a Comment