Kesan yang saya tangkap saat pertama kali ketemu dengan calon
nasabah saya ini : mas Fulan (sebut saja namanya begitu), orangnya rada
angkuh.
Kami bertemu Senin lalu di sebuah restoran Jepang di Kawasan Kuningan-Jakarta, sambil makan siang. Pertanyaan saya dijawab pendek-pendek, dan aneka jurus basa basi busuk saya mentah.
Dia adalah pemilik sebuah perusahaan yang bergerak dari hulu ke hilir. Perkebunan sayur hidroponik, pemasok sayur dan buah organik, event organizer dan katering. Ibarat vacuum cleaner, kalau berbisnis dengannya, semua duit klien dipastikan masuk kantongnya.
Saya dikenalkan oleh istri temannya yang mengenal saya. Minta dibantu Menyusun Strategi Waris.
Tiba-tiba obrolan menjadi sangat cair ketika saya tahu dia berasal dari Semarang, dan bersekolah di SD yang selalu menjadi musuh bebuyutan sekolah saya saat pertandingan kasti antar kecamatan dulu. Dunia memang sempit.
"Saya tidak pernah khawatir soal kematian, mas",katanya setelah kami tertawa-tawa soal pertandingan kasti jaman SD. "Dan saya sadar kematian pasti saya akan terima",katanya lagi.
Mas Fulan merasa bahwa apa yang akan dia tinggalkan saat ini sudah cukup untuk istri dan anak-anaknya. Namun, dia punya keinginan mulia, meninggalkan sebagian hartanya untuk Ibu kandung dan Ibu mertuanya.
"Aku tak bisa melupakan jasa ibu mertuaku yang sangat mendukung saat dulu aku merintis usaha. bagaimana jalannya ya mas menurut Hukum Waris",tanyanya.
Dari perbincangan, mas Fulan beragama Kristen.
Maka pembagian Waris yang terbuka baginya adalah menggunakan Hukum
Perdata atau Hukum Adat. Dia memilih Hukum Perdata.
"Sebenarnya, Pembagian Waris menurut Hukum Perdata lebih simpel", jawab saya -sambil seperti biasa- menggambar diagram.
Dari Gambar itu terlihat, bahwa hak waris orang tua tertutup oleh Istri dan anak-anak sebagai Ahli waris Golongan I, mertua bukanlah Ahli Warismu. Maka Strategi Waris (Estate Planning) yang bisa kamu lakukan adalah :
Pertama, kamu membeli Polis Asuransi dengan "beneficiary" ibu kandungmu. Maka itulah baktimu terbaik pada ibumu, memastikan beliau kamu tinggalkan dalam kedaan berkecukupan.
Kedua, Buatkan wasiat yang menyatakan bahwa sebagian hartamu diberikan pada ibu Mertuamu. Menurut Pasal 874 KUHPerdata, pelaksanaan Wasiat harus didahulukan sebelum terjadi pembagian Harta Waris.
Namun mas Fulan harus mengerti, bahwa dalam Hukum waris Perdata ada batasan besaran wasiat bernama "Legitieme Portie".
Anak-anak adalah Pihak Legitimaris (memiliki hak Legitieme Portie) yang dalam situasi hak yang diterimanya berkurang, dia bisa menuntut haknya dipenuhi (sesuai pasal 914-916 KUHPerdata), dan itu bakal mengurangi porsi si penerima wasiat. Ini ibarat pakai sarung kependekan : dingin di kepala sarung diangkat : kaki kedinginan. Dingin di kaki, sarung ditarik, kepala kedinginan. Serba salah.
Oh ya, istri bukanlah Legitimaris, maka istri akan menerima berapapun bagian yang diberikan menurut hukum.
Ketiga, mas Fulan harus membeli Polis Asuransi dengan "beneficiary" anak-anaknya, untuk menutup jumlah yang berkurang karena adanya Wasiat yang diberikan pada ibu Mertuanya. Mengapa? supaya anak-anaknya tak perlu "repot" menuntut hak-nya, karena proses ini menuntut tenaga, pikiran dan biaya yang kadang tak sedikit.
Keempat, pastikan istri memiliki cukup dana selain untuk lenajutkan hidup juga untuk membayar pajak serta biaya peroleh hak atas warisannya yang diterima. Jalan keluarnya, lagi-lagi, mas Fulan memiliki Polis Asuransi dengan istri sebagai "beneficiary".
"Iya mas Bas, aku ngerti sekarang",katanya sambil menyumpit sushi ikan tuna di depannya. "Kalau boleh gambar ini aku bawa ya",pintanya.
"Silakan",jawabku.
"Kalau begini : Mertuaku Senang-anakku juga Menang",Tutupnya sambil meminta tagihan dari pelayan. Saya lirik, makan cimit-cimit berdua begitu saja habisnya hampir dua juta.
Saya tiba-tiba ikut senang.
Kami bertemu Senin lalu di sebuah restoran Jepang di Kawasan Kuningan-Jakarta, sambil makan siang. Pertanyaan saya dijawab pendek-pendek, dan aneka jurus basa basi busuk saya mentah.
Dia adalah pemilik sebuah perusahaan yang bergerak dari hulu ke hilir. Perkebunan sayur hidroponik, pemasok sayur dan buah organik, event organizer dan katering. Ibarat vacuum cleaner, kalau berbisnis dengannya, semua duit klien dipastikan masuk kantongnya.
Saya dikenalkan oleh istri temannya yang mengenal saya. Minta dibantu Menyusun Strategi Waris.
Tiba-tiba obrolan menjadi sangat cair ketika saya tahu dia berasal dari Semarang, dan bersekolah di SD yang selalu menjadi musuh bebuyutan sekolah saya saat pertandingan kasti antar kecamatan dulu. Dunia memang sempit.
"Saya tidak pernah khawatir soal kematian, mas",katanya setelah kami tertawa-tawa soal pertandingan kasti jaman SD. "Dan saya sadar kematian pasti saya akan terima",katanya lagi.
Mas Fulan merasa bahwa apa yang akan dia tinggalkan saat ini sudah cukup untuk istri dan anak-anaknya. Namun, dia punya keinginan mulia, meninggalkan sebagian hartanya untuk Ibu kandung dan Ibu mertuanya.
"Aku tak bisa melupakan jasa ibu mertuaku yang sangat mendukung saat dulu aku merintis usaha. bagaimana jalannya ya mas menurut Hukum Waris",tanyanya.

"Sebenarnya, Pembagian Waris menurut Hukum Perdata lebih simpel", jawab saya -sambil seperti biasa- menggambar diagram.
Dari Gambar itu terlihat, bahwa hak waris orang tua tertutup oleh Istri dan anak-anak sebagai Ahli waris Golongan I, mertua bukanlah Ahli Warismu. Maka Strategi Waris (Estate Planning) yang bisa kamu lakukan adalah :
Pertama, kamu membeli Polis Asuransi dengan "beneficiary" ibu kandungmu. Maka itulah baktimu terbaik pada ibumu, memastikan beliau kamu tinggalkan dalam kedaan berkecukupan.
Kedua, Buatkan wasiat yang menyatakan bahwa sebagian hartamu diberikan pada ibu Mertuamu. Menurut Pasal 874 KUHPerdata, pelaksanaan Wasiat harus didahulukan sebelum terjadi pembagian Harta Waris.
Namun mas Fulan harus mengerti, bahwa dalam Hukum waris Perdata ada batasan besaran wasiat bernama "Legitieme Portie".
Anak-anak adalah Pihak Legitimaris (memiliki hak Legitieme Portie) yang dalam situasi hak yang diterimanya berkurang, dia bisa menuntut haknya dipenuhi (sesuai pasal 914-916 KUHPerdata), dan itu bakal mengurangi porsi si penerima wasiat. Ini ibarat pakai sarung kependekan : dingin di kepala sarung diangkat : kaki kedinginan. Dingin di kaki, sarung ditarik, kepala kedinginan. Serba salah.
Oh ya, istri bukanlah Legitimaris, maka istri akan menerima berapapun bagian yang diberikan menurut hukum.
Ketiga, mas Fulan harus membeli Polis Asuransi dengan "beneficiary" anak-anaknya, untuk menutup jumlah yang berkurang karena adanya Wasiat yang diberikan pada ibu Mertuanya. Mengapa? supaya anak-anaknya tak perlu "repot" menuntut hak-nya, karena proses ini menuntut tenaga, pikiran dan biaya yang kadang tak sedikit.
Keempat, pastikan istri memiliki cukup dana selain untuk lenajutkan hidup juga untuk membayar pajak serta biaya peroleh hak atas warisannya yang diterima. Jalan keluarnya, lagi-lagi, mas Fulan memiliki Polis Asuransi dengan istri sebagai "beneficiary".
"Iya mas Bas, aku ngerti sekarang",katanya sambil menyumpit sushi ikan tuna di depannya. "Kalau boleh gambar ini aku bawa ya",pintanya.
"Silakan",jawabku.
"Kalau begini : Mertuaku Senang-anakku juga Menang",Tutupnya sambil meminta tagihan dari pelayan. Saya lirik, makan cimit-cimit berdua begitu saja habisnya hampir dua juta.
Saya tiba-tiba ikut senang.
Bagus sekali artikelnya Pak Basri. Memberikan pencerahan :)
ReplyDelete