Jadi, Sarah dan Hans membuat skenario untuk bisa mempertemukan Doel
Jr dengan ayahnya. Maka Hans berdalih meminta Doel (dan Mandra) datang
ke Belanda membawa pernak-pernik khas Betawi untuk dijual di Tong-Tong
Festival.
Doel berangkat ke Belanda meninggalkan Zainab, istri
sirinya (yang sedang mengandung anak dari Doel, digambarkan dengan
adegan muntah di dekat gentong wudhu).
Di Troopen Museum, skenario Hans dan Sarah berjalan mulus, Doel bertemu Sarah dekat anjungan Papua, dan diplomasi sayur asem, tempe dan ikan asin di Rumah Sarah berhasil mempertemukan Doel dengan anaknya, Doel Jr.
Walau film ditutup menggantung dengan adegan permintaan Sarah pada Doel untuk menceraikannya, tapi buat rombongan ibu-ibu di depan saya cukuplah untuk menguras air mata mereka.
Cerita lengkapnya, silakan nonton sendiri.
Lalu, persoalannya bagaimana kalau anda, suami anda atau teman anda seperti si Doel? Memiliki istri yang belum dicerai, kemudian istri sah itu memiliki anak yang ada di antah berantah...tiba-tiba sudah gede. Dan tidak berhenti begitu saja, karena ditinggal istri sahnya, maka suami memutuskan menikah lagi secara siri dengan wanita lain.
Secara Hukum Perkawinan, semua pernikahan tersebut sah. Masalahnya adalah bagaimana status anak-anak si suami itu (cq. Doel) di mata Hukum Waris?
Karena perkawinan dengan Sarah belum berakhir, maka Sarah dan Doel Jr memiliki Hak Waris atas harta yang ditinggalkan si Doel kelak.
Kalau Zainab jadi punya anak dari Doel, bagaimana status hak waris mereka?
Menurut Hukum Islam, perkawinan yang sah adalah bila sudah mengikuti syarat dan rukunnya. Rukun Perkawinan menurut hukum Islam adalah SISWA, bila kelimanya dipenuhi maka perkawinan itu disebut sah.
Namun, karena mereka berada di Indonesia, menurut ketentuan Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan (UU no 1 tahun 1974) : Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya kalau pernikahan siri itu sah menurut agama, belum (tentu) sah menurut negara.
Dalam banyak kasus perkawinan siri seperti di atas, akhirnya Zainab kehilangan Hak Waris dari Suaminya, dan anak Zainab yang berstatus "anak luar nikah yang diakui" juga tak punya hak waris atas harta almarhum Doel. Dia hanya memiliki hak waris atas harta Zainab nantinya.
Sedangkan Zainab akan kesulitan mengakses Harta Doel karena sebagai istri siri yang status hukumnya tak diakui pranata negara.
Maka, apa yang sebaiknya Doel lakukan ?
Berbeda dengan Hukum Islam, Hukum Perdata kita mengakui adanya anak luar kawin yang diakui. Maka Doel bisa memberikan pengakuan (melalui pengadilan perdata) atas anak itu. Atau bisa juga Zainab yang meminta ke Pengadilan (ingat kasus bu Machicha Mochtar?).
Maka bila pengakuan itu diperoleh, anak Zainab itu akan menjadi bagian dari Legitimaris alias pihak yang memiliki Hak Memaksa (Legitimate Portie), walaupun bagian dia hanya separuh dari bagian anak kandung yang sah (Pasal 914 KUHPerdata).
Nah, Doel juga musti memikirkan memiliki Program Asuransi Jiwa untuk menyeimbangkan hak anak Zainab. Mengapa ini penting?
Karena bagaimanapun yang tinggal serumah, jaga warung saat Atun ke pasar, ikut mengurusi Mak Nyak dan Doel saat tua nanti adalah anak Zainab.
Itulah yang disebut fungsi asuransi Sebagai Penyeimbang bagian anak dalam Hukum Waris.
Jadi, titip kasih tau Doel, itu yang harus dia lakukan. Memiliki dua istri bukan persoalan mampu dan gagah semata ... juga musti adil. Dan Program Asuransi adalah satu instrumen penting dalam Hukum Waris untuk mewujudkan "rasa adil" itu.
Yekan Sarah dan Zainab?
---Foto : milik Bangka Pos, Tribunnews.com

Di Troopen Museum, skenario Hans dan Sarah berjalan mulus, Doel bertemu Sarah dekat anjungan Papua, dan diplomasi sayur asem, tempe dan ikan asin di Rumah Sarah berhasil mempertemukan Doel dengan anaknya, Doel Jr.
Walau film ditutup menggantung dengan adegan permintaan Sarah pada Doel untuk menceraikannya, tapi buat rombongan ibu-ibu di depan saya cukuplah untuk menguras air mata mereka.
Cerita lengkapnya, silakan nonton sendiri.
Lalu, persoalannya bagaimana kalau anda, suami anda atau teman anda seperti si Doel? Memiliki istri yang belum dicerai, kemudian istri sah itu memiliki anak yang ada di antah berantah...tiba-tiba sudah gede. Dan tidak berhenti begitu saja, karena ditinggal istri sahnya, maka suami memutuskan menikah lagi secara siri dengan wanita lain.
Secara Hukum Perkawinan, semua pernikahan tersebut sah. Masalahnya adalah bagaimana status anak-anak si suami itu (cq. Doel) di mata Hukum Waris?
Karena perkawinan dengan Sarah belum berakhir, maka Sarah dan Doel Jr memiliki Hak Waris atas harta yang ditinggalkan si Doel kelak.
Kalau Zainab jadi punya anak dari Doel, bagaimana status hak waris mereka?
Menurut Hukum Islam, perkawinan yang sah adalah bila sudah mengikuti syarat dan rukunnya. Rukun Perkawinan menurut hukum Islam adalah SISWA, bila kelimanya dipenuhi maka perkawinan itu disebut sah.
Namun, karena mereka berada di Indonesia, menurut ketentuan Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan (UU no 1 tahun 1974) : Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya kalau pernikahan siri itu sah menurut agama, belum (tentu) sah menurut negara.
Dalam banyak kasus perkawinan siri seperti di atas, akhirnya Zainab kehilangan Hak Waris dari Suaminya, dan anak Zainab yang berstatus "anak luar nikah yang diakui" juga tak punya hak waris atas harta almarhum Doel. Dia hanya memiliki hak waris atas harta Zainab nantinya.
Sedangkan Zainab akan kesulitan mengakses Harta Doel karena sebagai istri siri yang status hukumnya tak diakui pranata negara.
Maka, apa yang sebaiknya Doel lakukan ?
Berbeda dengan Hukum Islam, Hukum Perdata kita mengakui adanya anak luar kawin yang diakui. Maka Doel bisa memberikan pengakuan (melalui pengadilan perdata) atas anak itu. Atau bisa juga Zainab yang meminta ke Pengadilan (ingat kasus bu Machicha Mochtar?).
Maka bila pengakuan itu diperoleh, anak Zainab itu akan menjadi bagian dari Legitimaris alias pihak yang memiliki Hak Memaksa (Legitimate Portie), walaupun bagian dia hanya separuh dari bagian anak kandung yang sah (Pasal 914 KUHPerdata).
Nah, Doel juga musti memikirkan memiliki Program Asuransi Jiwa untuk menyeimbangkan hak anak Zainab. Mengapa ini penting?
Karena bagaimanapun yang tinggal serumah, jaga warung saat Atun ke pasar, ikut mengurusi Mak Nyak dan Doel saat tua nanti adalah anak Zainab.
Itulah yang disebut fungsi asuransi Sebagai Penyeimbang bagian anak dalam Hukum Waris.
Jadi, titip kasih tau Doel, itu yang harus dia lakukan. Memiliki dua istri bukan persoalan mampu dan gagah semata ... juga musti adil. Dan Program Asuransi adalah satu instrumen penting dalam Hukum Waris untuk mewujudkan "rasa adil" itu.
Yekan Sarah dan Zainab?
---Foto : milik Bangka Pos, Tribunnews.com
Comments
Post a Comment