Skip to main content

BUAT YANG TAHU SAJA

Kisah ini mungkin mirip cerita Drama Korea. Tapi ini nyata. Atas izin klien saya ibu N, janda dari almarhum pak S, dengan sedikit polesan saya ceritakan kisah ini sebagai bahan pelajaran.
Rabu dan Kamis minggu lalu, saya membantu proses penyelesaian Kasus Waris yang menimpa ibu N.
Alkisah, (alm.) pak S dan ibu N adalah contoh orangtua yang selalu berfikir mengumpulkan asset, terutama "fixed asset" seperti rumah, adalah cara membuat hidup mereka tenang di hari tua dengan warisan yang cukup untuk anak. Sebagian besar uang mereka ada di dalam rekening deposito.
Mereka memiliki dua orang anak, A (laki-laki) dan B (wanita). A dan B tidak pernah mengalami hidup susah, karena pendapatan dari orangtua mereka cukup.
Beberapa asset, seperti dua mobil yang dipakai anak-anak, serta beberapa rumah lain peninggalan pak S sudah diatasnamakan anak-anak mereka. Namanya juga sayang anak, kan.
Hingga suatu kali, B menikah menikah C. C ini sebenarnya tipe lelaki yang tangguh, dia memiliki beberapa usaha dari tambang batu sampai penggergajian kayu.
Bisnis C baik-baik saja, hingga suatu hari di bulan Desember 2017 datang serombongan lelaki yang meminta ibu N mengosongkan serta meninggalkan rumah yang ditinggalinya, karena C memiliki hutang pada bos para lelaki itu, sebut saja D.
Dalam keadaan bingung, bu N disodori sebuah copy perjanjian bisnis yang dibuat oleh C dan D , yang intinya C meminjam sejumlah (besar) uang untuk bisnisnya pada D, dengan agunan sertifikat rumah yang ditempati ibu N. Dan rupanya C mengambil sertifikat rumah dibantu B-istrinya- tanpa sepengetahuan ibu mertuanya.
B tak pernah berfikir bahwa meminjamkan sertifikat rumah pada suaminya itu akan berakibat fatal.
Tak berhenti sampai di situ. Beberapa hari setelah kejadian itu, datang surat dan petugas dari Bank yang mengabarkan bahwa C sudah tak pernah membayar cicilan pinjaman atas pinjaman dengan agunan rumah atas nama B, istrinya.
Rupanya tak hanya sertifikat rumah mertuanya yang diagunkan, namun juga sertifikat rumah istrinya (pemberian atau hibah dari ayahnya).
Persoalan menjadi tak sederhana, karena C kabur, bersembunyi entah di mana, dengan hutang bisnis sekitar 3 Milyaran rupiah.
Belum selesai, total nilai asset milik ibu N dan anaknya yang "kejeblos" dalam sengketa itu nilainya sekitar Rp 10 Miliaran. Semua diagunkan ke berbagai pihak "under value".
"Under Value'? maksudnya?
Jadi, ketika C memiliki hutang pada D sebesar Rp 1 Miliar, saat jatuh tempo uang belum ada, dia mengagunkan rumah istrinya. Rumah senilai Rp 3 Miliar, diagunkan ke Bank untuk nilai pinjaman Rp 1 Miliar.
Ternyata, ketika uang dari Bank sudah di tangan, D "membungakan" pinjamannya menjadi Rp 1.3 Miliar. Maka untuk menutup kekurangan Rp 300juta, C menggadaikan BPKB mobil mewahnya untuk Rp 300 juta itu. Dari satu hutang, menjadi tiga hutang.
Deposito ibu N tak bisa untuk menebus assetnya yang tergadai, apalagi deposito B. Pihak bank meminta deposito B dipakai sebagai semacam tambahan "jaminan" atas hutang macet itu.
Singkat cerita, karena peristiwa itu, semua asset, dari mulai deposito, rumah, mobil bahkan sampai motor menjadi HILANG seketika. Asset yang digadang-gadang likuid, mengalir habis tiada bekas.
Lalu selama dua hari, kami berdiskusi. Mencari dimana letak kesalahannya dan mencoba menemukan jalan keluar terbaiknya.
Ini adalah kenyataan yang sering saya jumpai dalam kasus yang menimpa klien. Akarnya sederhana, tak memahami UU Perkawinan dan Hukum Waris.
Tindakan B yang mengambil sertifikat rumah ibunya adalah kekeliruan. Walau B adalah (calon) ahli waris yang sah atas harta ibunya, namun selama ibunya masih hidup, hak atas asset itu masih ada pada ibunya. Mengambil tanpa hak adalah pelanggaran hukum.
Tindakan C menggadaikan rumah peningalan mertua, walau sudah atas nama istrinya, juga pelanggaran. C tidak memiliki hak atas harta itu, karena menurut UU Perkawinan itu digolongkan sebagai harta Bawaan, bukan harta bersama.
Pola pikir perencanaan keuangan dan asset yang tidak mengikuti perkembangan. Asset berupa property itu baik, namun ketika terjadi peristiwa di atas, di mana dia berubah menjadi agunan hutang, maka otomatis posisinya menjadi rawan bagi pemiliknya.
Jadi jelas kan, betapa strategisnya peran seorang Agen Asuransi dan Program Asuransi dalam Perencanaan Waris. Juga PMK no 19/PMK.03/2018 bilang bahwa tak hanya rekening deposito orang yang masih hidup saja yang harus dilaporkan ke aparatur pajak, namun juga rekening deposito orang yang sudah meninggal dunia.
Jadi bagaimana mau dibilang likuid, kalau ahli waris yang sah, sudah memegang akta waris yang sah juga : masih harus menunggu Bank melaporkan status perpajakan rekening deposito itu ke aparatur pajak sebelum bisa mencairkannya?
"Maka, apa solusi Waris yang menghindarkan kita dari terulangnya cerita keluarga ibu N di atas?", Tanya seorang teman.
Milikilah Program Asuransi sebagai salah Program Perencanaan Waris, terutama Produk Unit Link.
Mengapa?
Sebagai Asset, polis asuransi likuid (baik dari Uang Pertanggungan maupun manfaat hasil investasi Unit Link-nya). Pencairan klaim juga bukan termasuk penghasilan kena pajak.
Dan yang TERPENTING, menyimpan asset dalam bentuk POLIS asuransi itu aman, karena Polis tidak bisa diagunkan seperti halnya BPKB Mobil dan Sertifikat rumah. Jadi kejadian seperti keluarga ibu N yang merasa assetnya banyak, tetiba miskin mendadak : bisa terhindarkan.
Jadi jelas kan, betapa strategisnya peran seorang Agen Asuransi dan Program Asuransi dalam Perencanaan Waris.
Ssst...tapi ini buat yang tau aja.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG