
Begini ceritanya :...
Empat tahun lalu ibu R memutuskan menikah kembali, setelah pak T (mantan suaminya) empat lebaran tak pulang-pulang seperti bang Thoyib. Anak-anak ibu R dari perkawinannya terdahulu ( Kelompok C) ikut bu R dan ayah tirinya.
Suami baru (selanjutnya saya sebut Suami) ibu R dulu memiliki istri bernama ibu K, sudah bercerai. Ibu K membawa serta anak-anak hasil perkawinannya itu (Kelompok A) setelah bercerai, dan pindah entah kemana.
Ibu R dari perkawinan kembalinya memiliki satu orang anak (Kelompok B ). Jadi serumah ibu R tinggal bersama Suami dan anak-anak (B dan C).
Setelah pensiun dini, kondisi kesehatan suami ibu R menurun, akhirnya terserang stroke dan meninggal dunia. Saat sakit, ibu R bahu-membahu dengan C merawat almarhum, hingga akhir hayatnya. A mungkin tidak tahu sehingga tidak peduli.
Almarhum meninggalkan beberapa kewajiban serta sejumlah harta waris yang lumayan.
Persoalan muncul ketiga pembagian harta waris, ibu R merasa pembagiannya tidak adil karena C -yang sudah ikut merawat almarhum semasa hidupnya- tidak kebagian harta waris sementara A yang entah dimana keberadaannya justru kebagian.
Maka saya sedikit memberikan penjelasan",Bu R, secara hukum hubungan C dengan almarhum adalah Anak Tiri. Sedangkan A adalah Anak Kandung. Ada "Mantan Istri" atau "Mantan Suami" namun tidak dikenal istilah "Mantan Anak". Anak kandung memiliki hak waris, sedangkan anak tiri : tidak".
Maka dalam pembagian Waris, menurut Hukum Waris Islam Harta Waris itu harus dibagi pada Bapak dan Ibu Almarhum (kebetulan masih hidup), ibu R sebagai istri dan anak (A,B). Meskipun dalam kasus ibu, A berada entah dimana. Mereka harus dicari, karena ada haknya.
"Kalau begitu, saya pengen memastikan anak saya (C) mendapatkan harta waris yang "cukup" dari saya kelak. Apakah boleh saya membuat Wasiat agar C mendapat waris dari saya?" tanyanya.
"Tidak bisa",jawab saya.
Perihal wasiat, sudah ada Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan imam empat, kecuali an-Nasa'i. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi menilai hadits ini hasan. Sedangkan Ibnu Khuzaimah dan Ibu al-Jarud menilainya kuat) :
Dari Abu Umamah al-Bahili r.a, ia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya Allah telah memberikan pada setiap orang yang berhak atas haknya, dan tidak ada wasiat sama sekali bagi ahli waris". **
Jadi karena C adalah ahli waris dari ibu R kelak, maka dia tidak bisa diberi wasiat, karena sudah ada haknya.
"Lalu, bagaimana caranya agar C bisa meneruskan hidupnya dengan layak seperti sekarang pak bila saya nanti meninggal?", Tanya bu R penasaran.
"Ibu tinggal buatkan program Asuransi dengan Manfaat Waris yang diterima secara eksklusif oleh C", Jawab saya. Program Asuransi adalah cara paling mudah memastikan ahli waris yang kita tunjuk menerima manfaat waris sesuai jumlah yang dikehendaki.
Dari Sa'ad bi Abi Waqqash r.a, Rasulullah SAW berkata "Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dan meminta-minta pada orang lain" (Muttafaq'alaih) **
Ibu R manggut-manggut dan minta dibuatkan hitungannya. "Saya menyayangi C, dan inilah wujud rasa cinta saya",Tutup ya.
Saya mengambil Ipad, membuat hitungan program Asuransi Jiwa untuk ibu R.
** Perihal Hadis, saya bersandar dan mengutip dari Terjemah Bulughul Maram (Al Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani) perihal Faraid dan Wasiat.
*** Untuk diskusi kasus yang berbeda via japri saja ya, jangan dibahas di komen. Supaya fokus.
Comments
Post a Comment