Sengaja foto muka saya dipotong, supaya tak jadi fokus. Ngeri soalnya, sering selfie di deket piano itu bisa dituduh New Social Climber.
Tolong fokuskan perhatian pada Pria berkemeja putih di belakang saya.
Ini saya lagi sarapan ala-ala orang kaya di sebuah warung kopi, di lobby RS Siloam Jakarta. Rumah Sakit yang dimiliki oleh grup Lippo. Warung kopi merek lokal ini sukses menggusur warung kopi Amerika yang sebelumnya buka dagangan di sini.
Waktu baru menunjukkan pukul 07.59 saat saya datang, lelaki berkemeja putih itu sudah duduk di situ bersama tiga lelaki yang nampaknya sedang berbincang serius. Rapat penting rupanya. Di saku kemeja putihnya, tersemat ID Card dengan foto serta nama : Tahir.
Ya, beliau adalah pak Tahir. Orang terkaya no 12 di Indonesia. Jam 8 pagi belum genap sudah memimpin rapat di lobby Rumah Sakit yang (juga) dimilikinya.
Pak Tahir dulu bercita jadi dokter tapi tak kesampaian. Dia tetap bekerja keras mewujudkan cita-citanya karena ayah yang harusnya bisa membiayai sekolahnya sakit keras. Dia berhenti sekolah dan melanjutkan bisnis ayahnya.
Di usia 20 tahun dia mendapat beasiswa di Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Sembari kuliah dia nyambi buat tambahan biaya hidup : beli barang di Sungapura untuk dijual di kampungnya, Surabaya. Dari situlah idenya berkembang sehingga bisnis garmennya juga berkembang.
Cita-citanya sebagai dokter tetap membara, walaupun rada muskil karena dia tak berpendidikan dokter. Maka saat dia sudah sukses, dia mendedikasikan hartanya untuk Charity di bidang Sosial dan Kesehatan.
Bersama Bill&Melinda Gates Foundation dia menyumbang US$ 75 juta untuk The Global Fund untuk melawan HIV, TBC dan Malaria di Indonesia. Bersama Grup Maspion dan Lippo menyumbang Rp 7 Miliar untuk korban banjir Jakarta dalam bentuk buku, air bersih dan seragam sekolah.
Hari ini, saya malu saja. Jam 8 pagi dia sudah duduk memimpin rapat, saya baru datang dan baru mulai ngopi.
Justru dari orang kaya macam pak Tahir ini saya belajar. Dia semangat pagi bekerja, memberi manfaat bagi banyak manusia lainnya.
Sementara di sisi lain kehidupan saya, yang baru bisa sesekali selfie makan siang di restoran, untuk datang kerja tepat waktu (yang itu tak juga tiap hari) ... sulitnya minta ampun. Untuk sekedar datang rapat atau training (yang sebelumnya sudah diumumkan di grup watsap) musti -dengan sangat rendah hati- di japri lagi, untuk mengingatkan. Seolah duitnya tak bakal habis tujuh turunan delapan tanjakan.
Itu bedanya orang kaya beneran dengan "social climber" di sosial media.
Mf saya mau mintak tolong daya terlilit hutang 400jt saya mintak tolong pk saya mau ngelakuin apa aja asal mau menolong saya 085865823444
ReplyDelete