Skip to main content

BALI, 2009

Banyak yang saya bisa ingat dari perjalanan ke Bali tahun 2009 ini. Semua hal itu, membuat saya bersyukur melewati berbagai macam masa sulit. Bukankah kisah luar biasa selalu dimulai dari keputusan -yang kadang itu kecil- luar biasa ?

Saya ingat, waktu itu siang belum genap, ketika masuk telepon dari Bali. Beliau yang menelpon saya adalah franchisee saya di Bali. Beliau minta, saya sharing di Forum pengusaha Muslim Bali dan saya bersedia. Tapi beliau minta dengan hormat, agar bisa hanya mengganti biaya transportasinya udara pulang-balik saja. Saya tentu tak keberatan, pertama karena saya bukan pembicara kelas dunia dengan tarif selangit, Kedua, setelah berbicara dengan istri saya, kami sepakat menjadikan ini perjalanan keluarga. Saya nego, bisakah uang tiket pesawat dikirim tunai, dan saya akan datang pakai mobil lewat darat.

Alhamdulillah, mereka setuju. Tuhan memberi jalan yang luar biasa, untuk orang yang masih dalam kesulitan materi -maklum usaha kami berdua waktu itu belum "jejeg" berdiri - untuk bisa jalan-jalan ke Bali.

Kami berangkat, anak-anak ijin sekolah 10 hari. Mereka belajar bersama kami -orangtuanya- di jalan.
Oya, saat itu kami memiliki mobil "tua", sebuah Kia carnival Diesel tahun 2000. Mobil pilihan pengelana seperti kami sekeluarga. Mobilnya luas, lega dan diesel. Tapi karena mobil tua, ada saja penyakitnya. Kalau dipakai ke jalan menanjak, mesinnya overheat. kalau dipakai di jalanan turunan, remnya yang overheat. Tapi kami syukuri saja, yang penting aman dipakai jalan. Sebagai catatan, mobil ini bisa dibilang senyaman Alphard, itu kenapa kami memilih mobil tua ini *ngeles, padahal nggak punya duit buat beli Alphard*

Etape pertama, Bogor-Semarang. Tak banyak yang saya bisa ceritakan. Relatif lancar dan biasa saja. Paling cuma insiden pecah ban belakang di Cirebon.

Etape dua, Semarang-Bali. Dari semarang kami berangkat pagi, saat bulan belum pulang ke peraduannya, hingga sampai di Solo saat waktunya sarapan. Setelah sarapan di Solo, mobil tua ini dikebut hingga menjelang maghrib kami sampai di Probolinggo, kota yang terkenal dengan buah mangganya.

Jangan bayangkan kami berhenti dan menginap di sebuah hotel. Kami memilih berhenti, istirahat dan....mandi di sebuah pom bensin. Pom bensin ini sangat bagus, ada kamar mandi VIP (dilengkapi air panas) dan deretan penjualan makanan. Setelah beristirahat seperlunya, makan sekenyangnya (tentu ala pengelana miskin, murah meriah), tepat tengah malam kami meneruskan perjalanan.
Mengagumkan lewat di perbukitan di atas Pembangkit Listrik Paiton, lampu-lampunya -kata pak Mario Teguh- syuuuper sekali. Melewati Situbondo dalam derasnya hujan, kami sampai di pelabuhan Ketapang, banyuwangi jam 3 pagi dan langsung masuk kapal menuju Gilimanuk di bali.
Total jenderal sudah di belakang setir 20 jam-an. Capek? mungkin. Tapi itulah rahasianya. Pikiran yang gembira selalu mengalahkan rasa lelah. maka jangan heran, bila di sekitar anda banyak "pengeluh" atau orang yang hidupnya "penuh masalah" kelihatannya wajahnya lebih tua dari umurnya. Wajah capek.

Mendarat di Gilimanuk menjelang subuh, kami beristirahat sebentar foto-foto. Tentu seru, karena baru pertama kali saya (dan tentu anak-anak) berhenti dan berfoto di gapura selamat datang Pulau Bali. Seru bingiitsss...
Kami menyambangi banyak pantai sepanjang perjalanan, hal yang rada mustahil kalau kami datang sebagai turis beneran, dan sebagian pantai itu memang bukan tempat wisata. Kami berkeliling Bali, tapi justru tak mampir ke Kuta dan Sanur...terlalu "mainstream".

Selepas mengisi acara, kami langsung beranjak pergi. sengaja kami memilih jalan berbeda untuk pulang : Menyusuri pantai Utara Bali. Tujuan kami : danau bratan dan pantai Lovina. Atas jasa baik seorang kenalan, kami menyusuri dana Bratan, melewati Air terjun Git-Git di ujung depan kota Singaraja. Ada insiden kecil menjelang Git-Git, rem mobil tua kami overheat, minyam rem-nya mendidih karena jalanan yang menurun panjang. Alhamdulillah, tak apa, walau sempat mobil kami tinggal di tengah hutan menunggu pertolongan montir.

Pantai Lovina. Pantai ini terkenal dengan atraksi lumba-lumba yang muncul di pagi hari. Tentu sebagai pengelana kelas gurem, kami tak ingin menyiakan kesempatan ketemu lumba-lumba di rumahnya *maksudnya, laut*. Menyewa penginapan seharga Rp 150.000,- esoknya ber-sampan ke tengah laut, nyemplung dan ketemu lumba-lumba.

Tentu ini bukan pelajaran yang bisa diberikan guru di sekolah bukan. hanya alam yang bisa menyediakan pelajaran mahal seperti ini untuk anak-anak kami.
Dari Lovina, kami menikmati kota Seririt. Sebuah kota di Singaraja yang mayoritas penduduknya muslim. Melintasi Taman Nasional Bali barat, habitat Jalak Bali yang dilindungi. Lalu pulang melintasi pantai utara jawa.

Mengingat itu, saya selalu bersyukur bahwa Tuhan selalu menciptakan kesempatan-kesempatan buat kami. Perjalanan ini mungkin agak sulit untuk bisa kami ulang kembali, tapi ingatan soal banyak hal menarik masih selalu membekas di ingatan anak-anak kami.

Melihat foto-foto ini, saya makin yakin bahwa Tuhan Maha pengasih dan Penyayang. Memulai sebuah petualangan, bukan melulu soal uang.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG