Skip to main content

TITIK (tidak bisa) BALIK

Anda penggemar stand up comedy? Syukurlah bila iya. Menikmati stand up comedy adalah salah satu cara mengasah kecerdasan kita. Menurut saya.

Salah satu stand up comedian favorit saya adalah Harith Iskander, asal Malaysia. Melihat sosoknya, saya teringat sahabat saya Wayah Surya Wiroto. Stand up performance-nya bisa disedot dari banyak channel di YouTube....

Harith adalah anak blasteran, ayahnya Malaysia dan ibunya orang Inggris. Masa kecilnya dihabiskan di Malaysia dalam didikan yang gamang : ala Melayu dan Barat.

Ibunya tak bisa berbahasa Melayu, sama sekali, dan tidak berniat belajar bahasa Melayu. Too complicated, katanya. Maka saat ada orang berbicara Bahasa Melayu padanya, yang dia lakukan hanya mengulang kata paling belakang. Contohnya bila ada yang berbasa-basi bilang "Oh, hari ini nampaknya mau hujan ya". Maka dia akan menjawab "Ya, Hujan". Tanpa tahu maknanya.

Orang tuanya percaya (sebagaimana umumnya orang tua Melayu) bahwa ijazah sarjana itu sangat penting, itu penentu hidup dan masa depan. "Tanpa iiazah sarjana, kamu cuma akan jadi pemungut sampah",Doktrin orang tua Harith. Maka karena doktrin itu, dia "terpaksa" kuliah Ilmu Komunikasi di Australia.

Selulus kuliah, ditentengnya ijazahnya pulang untuk melamar pekerjaan. Harith muda beruntung langsung diterima di agensi iklan ternama : Leo Burnett.

Dengan berkelakar dia bilang "Sayalah orang yang paling bertanggung jawab atas banyaknya kebingungan orang Malaysia saat memesan Big Mac, dan menemukan Big Mac-nya tak sebagus gambar di posternya",katanya yang disambut kebingunangan audiens.

Sambungnya",Ya, karena untuk membuat foto big mac bagi keperluan iklan itu, saya memerlukan waktu 8 jam kerja : memilah ratusan roti, patty dan sayuran terbaik untuk di foto. Jelas hasilnya sempurna".

Harith bekerja di Leo Burnett sekitar awal 1990-an, dengan bayaran RM 3000. Jumlah yang bagus saat itu. Hingga suatu hari, karena kegemarannya nonton filem, dia menemukan film "Dead Poets Society" yang dibintangi mendiang Robin William.

Dia terpukau bukan oleh akting Robin Williams, tapi oleh cerita guru yang mengajar dengan "passion". Dia tersadar, bekerja sebagai karyawan advertising agency bukan passionnya. Besok paginya dia mengajukan pengunduran diri ke kantornya.

Maka dia memulai hidup yang baru, mencoba menemukan TITIK dimana dia tak harus BALIK lagi, menjadi karyawan. Dia mencoba menjadi produser acara komedi, sampai menjalani "keinginannya" menjadi Stand Up Comedian.

Satu dua kali shownya sepi penonton, dan dia dibayar murah. Hingga sering dia ragu, apakah menjadi Stand Up Comedia adalah pilihan hidup yang benar. Tapi dia tak berhenti, karena dia yakin menghibur orang adalah "passionnya".

Kini, dia adalah salah satu Stand Up Comedian dengan bayaran termahal di Malaysia (rasanya juga di Asia).

Saya menemukan semangat Harith itu pada seorang anak muda, sahabat baru saya Randy Lopez. Dia lahir dan besar di Atambua (yang belum tahu Atambua, itu terletak di perbatasan TimTim dan Nusa Tenggara), kuliah di Surabaya.

Cita-citanya sejak kuliah hanya satu : tak mau "bekerja di belakang meja". Sebagaimana anak muda umumnya, dia jatuh cinta pada seorang gadis cantik asal Maumere-Flores (yang belakangan menjadi kekasihnya).

Tapi menemukan cinta -jaman ini- tak bisa melalui jalan yang lempang-lempang saja. Dia menghadapi "tantangan" dari orang tua si gadis karena dia cuma "sarjana biasa" tanpa pekerjaan mapan yang bisa menjanjikan masa depan.

Hingga dia bertemu mentornya -yang juga mentor saya- ibu Lilyana Chandra di Kupang. Bu Lilyana menceburkannya di dunia yang asing, mengasahnya, dan menjadikannya Randy yang baru, sebagai "orang lapangan" : Financial Consultant.

Usai menjalani pelatihan, Randy mencoba mempraktekkan ilmunya. Seperti juga Harith, dia mentok sana-mentok sini. Tapi pemuda 22 tahun ini bukanlah "anak cemen". Dia terus mencoba, walau dalam hati dia masih ragu -sama juga seperti Harith- apakah menjadi Financial Consultant itu adalah pilihan hidup yang benar.

Perjuangannya tak mudah. Dulu, setiap kali akan ketemu nasabah, dia merasa perlu memutari rumah nasabah 6-7 kali untuk menenangkan dan memantapkan hati.

Tapi, itulah Titik yang membuatnya Tidak bisa balik lagi. Kemarin dia bercerita di hadapan kami semua kisah suksesnya. Dengan menunjukkan bukti potong pajaknya, dia sampaikan bahwa "buah keteguhan hati" nya memberikannya cukup uang untuk membuktikan pada calon mertuanya bahwa dia bukan anak muda cemen yang biasa-biasa. Anda tahu berapa pendapatannya? Rata-rata Rp 30jutaan per bulan, bahkan pernah mencapai Rp 90 jutaan.

Kalau yang bercerita adalah Bapak-bapak setengah baya, tentu tak mengherankan. Tapi Randy adalah anak "yesterday afternoon" yang disebut oleh pak Rhenald Kasali sebagai generasi Strawberry. Generasi yang kelihatan kinclong, cakep : tapi rapuh, gampang lecet. Randy adalah anomali.

Dari Harith dan Randy saya belajar : banyak orang bekerja hanya untuk uang bukan dengan rasa suka, passion dan kesungguhan hati. Mereka bekerja hanya suntuk melepaskan kewajiban.

Akhirnya hidupnya rutin, suram dan ... marah-marah melulu di sosial media. Menyalahkan presiden, menteri, gubernur, walikota dan mau berkata bahwa hanya dirinya yang benar (dan pintar !). Sebagian menipu dirinya sendiri dengan menjadi social climber di sosial media.

Harith dan Randy adalah contoh orang yang sanggup Menemukan TITIK (tidak bisa) BALIK-nya. Salut !

** Saran saya Tonton juga video Sharing Harith Iskander dalam TEDx Taylor College Forum di Youtube.
See More

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG