Skip to main content

HIDUP DI FASE KETIGA

"Sewaktu dulu jadi karyawan, saya pengen jadi "orang merdeka", jadi pengusaha. Setelah lulus jadi karyawan, kemudian menjadi orang merdeka... Semua yang dulu saya bayangkan ingin lakukan, sudah hampir semua "kelakon" (terlaksana). Sekarang ini adalah saatnya menjalani fase ketiga dari hidup : paska merdeka. Menjadi air yang tak hanya mengalir, tapi juga mengairi", Demikian petuahnya sesaat sebelum foto ini diambil.

Maka di fase ketiga hidupnya itu lahir dari tangan dinginnya http://tirto.id/ Tirto adalah air, mengejawantahkan filosofinya : mengalir dan mengairi.

Orang di sebelahku ini adalah mentor jarah jauhku, sejauh ini kami ketemu disengaja paling pol setahun sekali pas halal bihalal begini. Mas Sapto Bino adalah tokoh intelektual di belakang berdirinya Detik.com bersama mentor saya satu lagi : mas Budiono Darsono. Selepas Detik.com dibeli oleh CT Corp dengan nilai transaksi "fantastis", dia memilih undur diri dan mendirikan perusahaan "jasa kliping". Ya, perusahaannya, Binokular, menjalankan bisnis yang kelihatannya sepele bagi orang lain, mengkliping alias mengumpulkan berita dari berbagai media dan disajikan bagi klien yang membutuhkannya. Tapi hal yang kelihatannya sepele kadang menakjubkan hasilnya bila dijalani sangat serius, bukan ?

Tak berhenti dari situ, dalam fase kedua hidupnya, menjalani kemerdekaan, dia ikut membidani Merdeka.com.

Kini, di fase ketiga, selain tirto.id dia "mengaliri dan mengairi" anak-anak muda dengan inspirasi, semangat, aneka rupa ilmu di Padepokan Asa Wedomartani.

Mas, saya baru sampai fase dua kehidupan, semoga dengan foto bareng Sabtu siang kemarin ini, bisa segera masuk fase ketiga hidup : urip sing nguripi. Hidup yang Menghidupkan, mengalir dan mengairi ...seperti tirto, air.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG