Skip to main content

CUMI-CUMI ASURANSI PENGHEMAT PAJAK






"Asuransi bisa buat menghemat Pajak?". Itu salah satu pertanyaan yang selalu mengemuka dalam berbagai sesi pertemuan, baik kelas maupun Customer Gathering. Termasuk sesi Customer Gathering yang saya isi untuk nasabah sebuah Lembaga Jasa Keuangan di Bandung, Rabu lalu.

"Pak, agen asuransi saya bilang : Bu, ibu bikin saja program Asuransi. Nanti yang bayarin kantor, untuk menghemat pajak ibu. Daripada uang perusahaan dikasih ke Ibu dalam bentuk bonus, mending suruh bayarin langsung sebagai premi aja", Kata seorang ibu, sebut saja namanya bu Mawar, pemilik (sekaligus Direktur) sebuah perusahaan pengolahan pakan ternak di Tasikmalaya.

Lalu, akhirnya atas saran agen asuransi tersebut, si bu Mawar meminta Manajer keuangannya mentransfer XXX juta premi asuransi ke perusahaan asuransi untuk sebuah program asuransi dengan Pemegang Polis dan tertanggung bu Mawar serta penerima manfaat ahli waris yang ditunjuk si Ibu.
Benarkah saran agen asuransi ini akan menghemat Pajak (maksudnya Pajak Penghasilan Orang Pribadi/PPh OP) bu Mawar) ?

Tidak semua agen asuransi memahami alur Perhitungan PPh kita. Baik itu PPh OP mau PPh Badan. 

Mereka secara membabi buta bilang ke nasabah, bikin Asurasi saja untuk menghemat Pajak.
Kita bedah kasus bu Mawar.

Si Agen asuransi tersebut beranggapan, bahwa dengan bu Mawar membuat Program Asuransi dan pembayaran langsung oleh kantornya itu bisa sekaligus menghemat PPh OP bu Mawar dan PPh Badan kantornya.

Padahal keliru, bu Mawar sudah kena "cumi-cumi" agen asuransi yang sok tahu.

Dalam kasus di atas, Perusahaan mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar premi Direktur/Karyawannya. Maka sesuai Pasal 6 UU PPh 36 Tahun 2008, premi asuransi yang dibayarkan merupakan bagian dari biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. Maka biaya tersebut akan mengurangi Pendapatan Kena Pajak Perusahaan, akan terjadi penghematan Pajak di perusahaan.

Tetapi ...

Pasal 4 Ayat 1 UU PPh bilang, bahwa setiap Penambahan Kemampuan Ekonomis (cq. bagi karyawan) akan menjadi Obyek Pajak. Sehingga, walaupun premi itu ditransfer langsung ke perusahaan asuransi oleh manajer keuangan perusahaan (tidak melalui rekening karyawan), bagi karyawan TETAP akan dikenakan PPh OP yang besarnya progresif 5-30% tergantung besarnya besarnya premi.

Bagi bu Mawar sebenarnya tidak terjadi penghematan PPh, namun akan terjadi penghematan pada Ahli Waris bu Mawar saat terjadi klaim, karena pembayaran dari perusahaan asuransi kepada ORANG PRIBADI sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; tidak dikenakan PPh sesuai Pasal 4 ayat 1 UU PPh.

Ringkasnya, dari kasus di atas, perusahaan berpotensi menghemat Pajak, bu Mawar (sebagai Direksi/Karyawan) akan tetap dikenakan PPh atas Premi Asuransi yang dibayarkan, sedangkan Ahli Waris akan berhemat Pajak bila terjadi Klaim Asuransi tersebut.

Tergambar di atas, Asuransi bisa menjadi instrumen penghemat pajak bila digunakan dengan tepat, tapi kalau pemahamannya keliru, juga bisa tidak tepat.
Sehingga Strategi Penghematan Pajak tidak hanya bicara BERAPA Hematnya, namun juga di MANA Hematnya dan SIAPA yang akan "menikmati" kehematannya.

Jadi jangan sampai di-"cumi-cumi"-in agen asuransi yang jarang datang training lagi...

** Besok dan Lusa -dari Gathering itu- akan ada kasus lain yang bakal saya tulis dari Ibu Melati dan ibu Indah (kan lagunya Mawar, Melati semuanya Indah) soal Asuransi dan Penghematan Pajak. Tunggu ya ...

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG