Skip to main content

BIAYA PENDIDIKAN

Beberapa hari lalu saya posting tentang seorang teman yang minta dihitungkan biaya pendidikan untuk cucunya.

Saya sudah hitung, dan saya sertakan hitungan ini pula dalam postingan. Ada yang tanya, apa nggak kegedean tuh asumsinya, biaya kuliah 850 juta?

Begini, kita pakai hitungan "real cost" kuliah saat ini. Saya pakai biaya kuliah anak saya di UNPAD.

Biayanya terdiri dari SPP : Rp 6.500.000/semester, biaya kost yang layak Rp 6.000.000 per semester, biaya hidup bulanan (untuk makan, fotokopi, pulsa, transportasi, tabungan/investasi) Rp 18.000.000 per semester. Total sekitar Rp 30.500.000,- per semester. Atau Rp 60jutaan per tahun.

Biaya di atas tidak jauh dengan biaya SPP semesteran temannya yang kuliah di Arsitektur Trisakti (tidak nge-kost) yang berkisar di Rp 17-18 juta per semester.

Dalam hitungan itu, cucu teman saya usianya baru 1 tahun, artinya dia baru akan kuliah kurang lebih 17 tahun lagi.

Maka dengan kalkulator plus asumsi kenaikan biaya pendidikan 15% per tahun ( https://edukasi.kompas.com/read/2018/10/09/13261841/inflasi-pendidikan-tinggi-berapa-biaya-kuliah-5-dan-10-tahun-lagi) biaya kuliah itu akan menjadi Rp 650 jutaan. Itu kalau diterima di negeri, bagaimana kalau di swasta atau negeri namun melalui jalur mandiri (ada tambahan pembayaran)? Maka saya tambahin menjadi Rp 850 jutaan.

Nabung untuk "Dana Pendidikan" di mana? Apakah harus di Asuransi?

Sebenarnya istilah menabung dana pendidikan di asuransi adalah salah kaprah.

Menabung atau berinvestasi untuk dana pendidikan bisa di instrumen apa saja. Deposito, reksadana, emas/logam mulia. Tapi jangan lupa... Menabung atau berinvestasi itu adalah pas untuk SKENARIO PANJANG UMUR. Kalau umur kita panjang, bisa hidup sampai 17 tahun lagi, sih aman tujuan dana pendidikan anak akan tercapai.

Bagaimana halnya bila terjadi SKENARIO PENDEK UMUR? Nah di sinilah fungsi asuransi. Siapkan dana (dalam bentuk UANG PERTANGGUNGAN) bila terjadi skenario ini sebesar total dana pendidikan yang disiapkan (misal dalam contoh pada gambar Rp 1.2 Miliar).

"Ah, jaman orangtua kita dulu nggak pakai asuransi-asuransian, sampe juga kita jadi sarjana", Sanggah seorang teman.

Ya, karena kebutuhan keuangan orang tua kita dulu nggak kompleks. Anak dulu nggak butuh kuota, nggak ada "hang out", belum ada Tokopedia dan Shopee...

"Dan... Penyakit kita dulu paling pol korengan. Belum ada kanker, tumor, diabetes dan jantung yang sekali sakit menguras puluhan sampai ratusan juta", Tutup saya.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG