Skip to main content

MENJERATKAN DIRI KE HUTANG, SUKARELA

Surat pembaca harian Kompas beberapa hari lalu memuat surat dari seorang pensiunan.
Beliau mengeluhkan uang pensiunnya, yang Rp 1.500.000 per bulan pontang-panting untuk menutup kebutuhan rutinnya. Beliau membandingkan uang pensiun yang diterimanya dengan UMR buruh yang terus naik, mengapa uang pensiunnya tak kunjung naik?

Kita sepakati dulu soal istilah pensiun. Pensiun adalah kondisi di mana pekerjaan berhenti, pendapatan berhenti namun pengeluaran tak bisa berhenti.

Uang pensiun yang diterima adalah hasil "menyisihkan" pendapatan saat produktif, untuk dipakai atau diambil saat pensiun itu tiba.

Ada yang menyisihkan karena kesadarannya tinggi, ada yang karena dipaksa oleh sistem... Ada pula yang abai, lupa bahwa hidup panjang umur itu juga termasuk resiko.

Untuk yang sekarang hidup dengan Rp 10 juta per bulan, asumsikan inflasi 0%, kebutuhan hidup segitu aja : maka saat pensiun dia harus punya Dana Abadi yang mengendap di deposito (asumsi bunga deposito 5% p.a) sebesar Rp 2.4 Miliar.

Duit Rp 2.4 Miliar itu, kalau sekarang usia 40 tahun pensiun usia 60 tahun, tiap bulan harus "nabung" sebesar Rp 10 juta, atau investasi di unit progresif (asumsi return 12% p.a) sebesar Rp 2.4 juta per bulan.

Masalahnya, banyak orang merasa pede habis soal hidupnya di masa depan, karena merasa pendapatan sekarang gede banget.

Akibatnya apa? Banyak orang terjebak hutang seumur hidupnya. Dan kabar baiknya, masih banyak lembaga yang siap "menjerat" seumur hidup kita dengan hutang.
Dan orang-orang yang sekarang lupa diri ini, sedang menjeratkan diri dalam hutang seumur hidup dengan sukarela.

Itu mengapa saya cerewet, saya cuma mau mengingatkan anda. Membantu anda, melepaskan diri dari pensiun berhutang sepanjang masa.

** Foto suasana antrian pengambilan uang pensiun di BRI Jl. Pajajaran, Bogor.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG