
Ini adalah salah satu bentuk reformasi keuangan terbesar yang terjadi di Arab Saudi, karena sebelumnya negera ini tidak mengenakan pajak bahkan memberi aneka rupa subsidi untuk warganya.
Mengapa Arab Saudi dan UAE menarik pajak? Karena minyak bumi yang menyumbang 89-90 % pendapatan mereka, mulai tidak seksi lagi. Perlu ada sumber pendapatan lain untuk memutar roda perekonomian dan pembangunan mereka. Walaupun sampai saat ini mereka belum ada wacana untuk memungut Pajak Penghasilan (PPh).
Lalu bagaimana kita? Mengapa pajak akan selalu menjadi ‘Isu Penting’ buat kita siapapun nanti gubernur dan presidennya?
Untuk yang sudah mengulik APBN 2018, Target Penerimaan kita adalah Rp 1.800 Triliunan, dan untuk “Belanja” kita butuh Rp 2.200 Triliunan.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, porsi pemasukan dari pajak masih mendominasi, 80% an. Lho katanya Indonesia kaya akan Sumber Daya Alam?
Maaf, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) kita “hanya” Rp 247 Triliun dan baru kurang dari separuhnya (Rp 103 Trilun) yang disumbang dari Pemasukan atas pemanfaatan SDA. Mungkin karena kita sibuk berpolitik di medsos dan grup watsap... sampai lupa kalau SDA yang berlimpah tak termanfaatkan dengan baik.
Dan siapa yang akan membayar pajak lebih banyak? Ya pasti orang-orang kaya.
Misalnya, orang-orang kaya yang tak tahu bahwa rajin mengumpulkan tanah dan bangunan sebagai INVESTASI mengandung beban pajak yang besar, di semua lininya.
Mau jual, beli, ngebangun, menyewakan, terima warisan rumah/bangunan ada pajaknya.
Makanya masih heran saja kalau masih ada yang masih bangga menumpuk tanah, rumah dan apartemen di mana-mana.
Itulah pentingnya Ilmu Perencanaan Pajak. Dan Saya kasih tahu -salah satu - rahasianya : memiliki Paper Asset dalam bentuk Asuransi adalah langkah bijak untuk menghemat Pajak.
Jadi asuransi adalah solusi penghemat pajak, bukan pindah ke Arab.
Comments
Post a Comment