Tadi pagi, seperti biasa, ‘scanning’ berita terbaru di beberapa portal
berita online. Ini portal berita beneran, bukan portal abal-abal.
Artinya, saya memastikan portal berita ini punya reporter, redaktur dan
kemungkinan besar bekerja dengan prinsip jurnalistik yang bener. Nggak
main kutip, salin tempel saja.
Berita yang menarik pagi ini, tertangkapnya seorang istri Kepala Daerah karena memiliki dan mengkonsumsi sabu. Sebenarnya tak istimewa berita ini kalau tak melihat kenyataan bahwa suaminya adalah salah satu Kepala Daerah yang ‘sister areanya’ membuat Perda Larangan Merayakan Tahun Baru karena tidak sesuai dengan syariat Islam. Ya, saya tahu ini ‘oknum’ tapi ... sudahlah.
Berita yang menarik pagi ini, tertangkapnya seorang istri Kepala Daerah karena memiliki dan mengkonsumsi sabu. Sebenarnya tak istimewa berita ini kalau tak melihat kenyataan bahwa suaminya adalah salah satu Kepala Daerah yang ‘sister areanya’ membuat Perda Larangan Merayakan Tahun Baru karena tidak sesuai dengan syariat Islam. Ya, saya tahu ini ‘oknum’ tapi ... sudahlah.
Bapak (alm) dan Ibu saya di kampung selalu berpesan”,Urip kudu
Jarkoni”. Jarkoni itu ‘Ngajarke opo sing dilakoni’ atau Mengajarkan apa
yang kita Kerjakan.
Kita sering ‘menghardik’ anak-anak kita untuk rajin belajar dan menjadi anak yang kreatif. Tapi di sisi lain, sebagai orang tua kita malas membaca bacaan yang bermutu, cross check atas sebuah kabar dan kerjaannya jadi ‘penjaga moral’ di grup watsap bermodal salinan dari grup lain yang tak jelas sanad, asbabun nuzul dan kadar kebenarannya. Pokoknya asal cocok di hati, salin-tempel, sebar.
Ibu saya di kampung mulai bisa pakai watsap setelah kami belikan ponsel
berbasis android. Dan tentu, banyak grup yang diikuti. Dari grup
senam jantung sehat, senam osteoporosis, pengajian, arisan, keluarga
inti, keluarga besar. Beberapa kali saya mengingatkan beliau, karena
memposting tulisan yang diperoleh dari ‘grup lain’ yang setelah di-cross
check via google (itu yang paling gampang) ternyata tulisan itu berisi
hoax.
Alhamdulillah, Ibu jadi lebih hati-hati sekarang, terutama saya ceritakan bahwa ada orang-orang yang bekerja, mencari duit sebagai “produsen konten hoax”.
Dan produk-produk hoax ini subur perkembangannya, pertama karena rendahnya literasi media. Kedua karena ‘pasar konten’ yang malas, malas baca-malas tabayyun. Ketiga karena, sejak kecil kita jarang di-encourage menggunakan logika, otak kita orisinil, kilometernya rendah. Kalau idolanya yang ngomong -apapun isinya- seperti kotoran kucing rasa coklat. Kalau orang yang berseberangan ide yang ngomong -apapun itu- Itu seperti Cadburry rasa kotoran kucing... untung belum pernah nyicipin kotoran kucing.
Jelas Jarkoni tidak mudah. Tapi untungnya baru ‘tidak mudah’, belum sampai ‘tidak mungkin’.
Kita sering ‘menghardik’ anak-anak kita untuk rajin belajar dan menjadi anak yang kreatif. Tapi di sisi lain, sebagai orang tua kita malas membaca bacaan yang bermutu, cross check atas sebuah kabar dan kerjaannya jadi ‘penjaga moral’ di grup watsap bermodal salinan dari grup lain yang tak jelas sanad, asbabun nuzul dan kadar kebenarannya. Pokoknya asal cocok di hati, salin-tempel, sebar.

Alhamdulillah, Ibu jadi lebih hati-hati sekarang, terutama saya ceritakan bahwa ada orang-orang yang bekerja, mencari duit sebagai “produsen konten hoax”.
Dan produk-produk hoax ini subur perkembangannya, pertama karena rendahnya literasi media. Kedua karena ‘pasar konten’ yang malas, malas baca-malas tabayyun. Ketiga karena, sejak kecil kita jarang di-encourage menggunakan logika, otak kita orisinil, kilometernya rendah. Kalau idolanya yang ngomong -apapun isinya- seperti kotoran kucing rasa coklat. Kalau orang yang berseberangan ide yang ngomong -apapun itu- Itu seperti Cadburry rasa kotoran kucing... untung belum pernah nyicipin kotoran kucing.
Jelas Jarkoni tidak mudah. Tapi untungnya baru ‘tidak mudah’, belum sampai ‘tidak mungkin’.
Comments
Post a Comment