Bukan, saya bukan hendak bercerita tentang bumbu pedas yang
berlevel-level itu. Saya hendak bercerita tentang pertemuan saya dengan
nasabah saya, yang saya sebut sebagai Ayah Level Tiga.
Beliau mantan pejabat tinggi di negeri ini, yang merintis kariernya
dengan reputasi yang (sangat) baik. Rekam jejaknya bisa dibaca di
berbagai media, selain kepakaran di bidangnya, juga sebagai tokoh
penggerak anti korupsi di negeri ini. "Kalau orang lain jadi pejabat
(agar) bisa kaya, saya bilang sebelum menjadi pejabat yang melayani
publik saya harus "cukup" dan "kaya" dulu, Mas. Jadi bukan jadi pejabat
untuk cari kaya",Nasihat beliau pada saya saat ketemu enam bulan lalu.
Lalu kami hanya bertukar buku, dan berpisah.
Hingga beberapa hari lalu beliau menghubungi saya untuk bertemu. "Mas Basri, saya mau konsultasi untuk Program Asuransi. Kita ketemu di XXXXXX (sebuah "warung kopi" asal Makassar di Jl Wahid Hasyim,Jakarta)",Katanya. Saya menyanggupi hadir.
"Saya tak ingin anak saya menjadi generasi yang lemah. Yang nantinya nanti masuk ke dunia politik untuk mencari kekayaan",Kata beliau membuka pertemuan. Beliau memiliki beberapa orang anak, dua orang mengelola usaha yang mereka rintis sendiri, sisanya masih kuliah.
"Harta saya tak banyak, tapi saya ingin memastikan anak-anak saya bisa memiliki sejumlah apa yang saya miliki sekarang. Supaya mereka tak berebut, dan memiliki hidup yang layak seperti saya saat ini. Malah kalau bisa lebih baik",Ujarnya.
Maka saya menggambar "diagram" ini.
"Pak, saya kira saya bisa membantu memberikan saran, langkah apa yang bisa Bapak lakukan agar menjadi "Ayah Level Tiga",kata saya sambil menarik kertas dan spidol, dan meletakkannya di atas meja.

"Wah, apa tuh Ayah Level Tiga. Macam main game aja",Katanya kelihatan penasaran.
Begini, ada Ayah Level Satu. Dia bekerja keras, memiliki harta Rp 5000, berhemat-hemat agar saat dia tak bisa mencari nafkah dia bisa meninggalkan harta untuk dua orang anaknya, masing-masing Rp 2500. Maka anak-anaknya akan juga bekerja keras, berhemat (dan bila beruntung) untuk memiliki Rp 5000 yang nilainya pasti di bawah Rp 5000 ayahnya dulu (kan ada inflasi). Ayah Level Satu melakukan Distribusi Kekayaan.
Ayah Level Dua. Dia bekerja, memiliki Rp 5000. Dia memakai Rp 4000 untuk menikmati hidupnya serta menyisihkan Rp 1000 untuk membeli polis Asuransi Jiwa, dengan anak-anaknya sebagai penerima Hak Waris, masing-masing diprogram menerima Rp 5000. Ayah Level Dua melakukan Pelestarian Kekayaan.
Ayah Level Tiga. Dia bekerja, memiliki Rp 5000. Dia menggunakan Rp 3500 untuk menikmati hidupnya serta menyisihkan Rp 1500 untuk membeli polis Asuransi Jiwa plus Investasi dengan anak-anaknya sebagai penerima Hak Waris, masing-masing diprogram menerima Rp 7500. Ayah Level Tiga melakukan Kreasi Kekayaan.
"Itulah pak, benar kata bang Rhoma Irama : Yang Kaya Makin Kaya, Yang Miskin Makin Miskin",kata saya yang disambut senyum lebar beliau. Ayah Level Tiga memastikan memiliki generasi penerus yang kuat, bukan generasi lemah yang gampang diombang-ambing isu politik yang tidak dimengertinya. Generasi kuat yang memastikan generasi penerusnya tak khawatir soal biaya saat sakit, tak pusing saat anak-anaknya akan meneruskan ke jenjang pendidikan lebih tinggi serta memiliki gaya hidup yang layak tanpa harus menjadi koruptor.
"Oke mas Basri, saya sepakat dengan konsep ini. Buatkan saya program "Ayah Level Tiga" untuk saya",ujarnya. Dan kemarin, resmi beliau membeli ENAM buah Program "Ayah Level Tiga" untuk anak-anaknya. Saya bangga bisa membantu beliau menciptakan Generasi Penerus yang Kuat.
** Kisah ini diceritakan berdasar kejadian nyata.
Lalu kami hanya bertukar buku, dan berpisah.
Hingga beberapa hari lalu beliau menghubungi saya untuk bertemu. "Mas Basri, saya mau konsultasi untuk Program Asuransi. Kita ketemu di XXXXXX (sebuah "warung kopi" asal Makassar di Jl Wahid Hasyim,Jakarta)",Katanya. Saya menyanggupi hadir.
"Saya tak ingin anak saya menjadi generasi yang lemah. Yang nantinya nanti masuk ke dunia politik untuk mencari kekayaan",Kata beliau membuka pertemuan. Beliau memiliki beberapa orang anak, dua orang mengelola usaha yang mereka rintis sendiri, sisanya masih kuliah.
"Harta saya tak banyak, tapi saya ingin memastikan anak-anak saya bisa memiliki sejumlah apa yang saya miliki sekarang. Supaya mereka tak berebut, dan memiliki hidup yang layak seperti saya saat ini. Malah kalau bisa lebih baik",Ujarnya.
Maka saya menggambar "diagram" ini.
"Pak, saya kira saya bisa membantu memberikan saran, langkah apa yang bisa Bapak lakukan agar menjadi "Ayah Level Tiga",kata saya sambil menarik kertas dan spidol, dan meletakkannya di atas meja.

"Wah, apa tuh Ayah Level Tiga. Macam main game aja",Katanya kelihatan penasaran.
Begini, ada Ayah Level Satu. Dia bekerja keras, memiliki harta Rp 5000, berhemat-hemat agar saat dia tak bisa mencari nafkah dia bisa meninggalkan harta untuk dua orang anaknya, masing-masing Rp 2500. Maka anak-anaknya akan juga bekerja keras, berhemat (dan bila beruntung) untuk memiliki Rp 5000 yang nilainya pasti di bawah Rp 5000 ayahnya dulu (kan ada inflasi). Ayah Level Satu melakukan Distribusi Kekayaan.
Ayah Level Dua. Dia bekerja, memiliki Rp 5000. Dia memakai Rp 4000 untuk menikmati hidupnya serta menyisihkan Rp 1000 untuk membeli polis Asuransi Jiwa, dengan anak-anaknya sebagai penerima Hak Waris, masing-masing diprogram menerima Rp 5000. Ayah Level Dua melakukan Pelestarian Kekayaan.
Ayah Level Tiga. Dia bekerja, memiliki Rp 5000. Dia menggunakan Rp 3500 untuk menikmati hidupnya serta menyisihkan Rp 1500 untuk membeli polis Asuransi Jiwa plus Investasi dengan anak-anaknya sebagai penerima Hak Waris, masing-masing diprogram menerima Rp 7500. Ayah Level Tiga melakukan Kreasi Kekayaan.
"Itulah pak, benar kata bang Rhoma Irama : Yang Kaya Makin Kaya, Yang Miskin Makin Miskin",kata saya yang disambut senyum lebar beliau. Ayah Level Tiga memastikan memiliki generasi penerus yang kuat, bukan generasi lemah yang gampang diombang-ambing isu politik yang tidak dimengertinya. Generasi kuat yang memastikan generasi penerusnya tak khawatir soal biaya saat sakit, tak pusing saat anak-anaknya akan meneruskan ke jenjang pendidikan lebih tinggi serta memiliki gaya hidup yang layak tanpa harus menjadi koruptor.
"Oke mas Basri, saya sepakat dengan konsep ini. Buatkan saya program "Ayah Level Tiga" untuk saya",ujarnya. Dan kemarin, resmi beliau membeli ENAM buah Program "Ayah Level Tiga" untuk anak-anaknya. Saya bangga bisa membantu beliau menciptakan Generasi Penerus yang Kuat.
** Kisah ini diceritakan berdasar kejadian nyata.
Comments
Post a Comment