
Dulu motor bebek baru Rp 158. Ribu, sekarang 100 kali lipatnya. Kenapa ? Karena INFLASI. Lalu kami -para perencana keuangan- datang membawa kesadaran bahwa hidup untuk melawan inflasi caranya sederhana : Kurangi Cicilan, Banyakin Tabungan. Kurangi Bujet Hobby, Banyakin Investasi.
Dan saya pernah menuliskan kenapa sampai ada kejadian namanya inflasi pada 20 Januari 2016 lalu. Ini saya copy-kan :
--------------------------
MENGAPA INFLASI?
Jadi beginilah duduk persoalannya, bro. Tahun 1990 an bang Rhoma Irama pernah nyanyi, syairnya kira-kira begini "... Seratus limapuluh juta penduduk Indonesia..." . Sekarang, penduduk negerimu (eh, negeriku juga sih) sudah 255 jutaan orang, alias 255 jutaan mulut yang musti disuapin nasi. Nasi datangnya dari beras, beras dari gabah, gabah dari padi, padi dari sawah. Anak SD juga tahu.
Ini berita diambil dari Kompas kemarin. Judulnya : Bogor Terancam Kehabisan Sawah, ada di halaman 1. Cuma di Bogor ? pasti enggak. Cobalah lewat tol Ciampek, sepanjang Karawang Barat-Karawang Timur yang dulu kiri kanan sawah, sekarang kiri-kanan rumah. Kalau sawah habis, sementara beras yang dibutuhin makin banyak bagaimana dong?
FYI ya bro, laju pertumbuhan penduduk Indonesia itu "cuma" 1.49% per tahun (kata website BPS, 2015). Kecil ? tunggu dulu. Angka itu setara dengan 5,5 juta orang per tahun, perbandingannya : 5,5 juta adalah penduduk Singapura. Artinya, selama sepuluh tahun, kita bikin sepuluh Singapura baru.
Masih mikir itu kecil ? Angka 5,5 juta bayi lahir per tahun itu setara 8.6 bayi lahir per MENIT. Setiap menit, brojol owek owek 8 bayi lebih, yang 3-4 tahun lagi bakal perlu nasi liwet. Sementara sawah relatif tak bertambah.
Tenang, masih bisa impor beras. Beli beras dari Thailand, Vietnam, atau mungkin negara lain yang tak muncul di berita. Tapi bro ingat rupiah kita, jangankan buat leyeh-leyeh di Pattaya, atau buat belanja di Chatuchak Weekeend Market, buat beli rujak aja nggak laku. Artinya beli (baca : impor) beras ya musti pakai dollar. Sementara Yang nyetak Dollar kan nggak tiap hari cetak tambahan Dollar. Segitu-gitu aja. Hukum pasar bilang : bila permintaan banyak, suplai seret maka harga naik. Jaman saya kuliah dulu Dollar cuma setara Rp 2500,-, jaman sekarang saat saya mau nguliahin anak... naik hampir enam kali lipat. Atau dibalik faktanya : Nilai duit kita turun 600% selama 25 tahun terakhir, itungan ngawur saya rata-rata NILAI duit kita turun 24% per tahun. Kata para jagoan ilmu ekonomi makro, ini namanya INFLASI.
Itu baru ngomongin beras, belum ngomongin bensin (yang katanya masih banyak impor juga), sambel sampai garam.
Lalu, ngapain kuatir kuatir kan punya tabungan, deposito ? Bro, tabunganmu cuma bisa kasih pertumbuhan nilai paling 2% per tahun, itu juga kalau enggak kartu ATM-nya digesek terus. Deposito ? paling 6-7 % per tahun, gross belum potong pajak (PPN Deposito adalah Final 20% dari Bunga). Pusing kan, Nilai duit kita naik paling pol 6% tapi gara-gara inflasi ternyata nilainya jadi minus 17%-an.
Itu bisnis sekarang, cerita soal beras, sawah, impor, dollar, inflasi, menjaga nilai uang... disamping ngomongin kopi bali Kintamani yang rasa asam, ada aroma jeruk-jeruknya di kedai MISTERBLEK.
Beneran ini serius, udah cari duit susah-susah jangan sampai kalah sama inflasi. Bukannya nambah malah hilang (nilainya). Kalau konsultasi soal jualan kopi atau merencanakan keuangan keluarga, whatsapp saya deh...gratis. Iya gratis, kan nge-whatsapp pakai kuota sendiri. Atau kalau malu, bisa visit blog saya : http://
Itu sedikit cerita kenapa bisa terjadi inflasi. Jadi kalau berharap inflasi selesai dengan membuat pak Harto hidup kembali, ya pasti ngimpi.
Kita tak bisa menghindar dari Inflasi, tapi kita bisa mengalahkannya. Tentu dengan perencanaan S(aving), I(nvestment) dan P(rotection) yang bener.
Comments
Post a Comment