Skip to main content

Anak Bawang Pergi ke Shanghai

Ketika menulis artikel ini, saya jadi teringat ketika tahun 2006 saya memutuskan pensiun sebagai orang kantoran.  Banyak teman yang berkenyit heran, tak sedikit yang mencibir ketika saya sampaikan keputusan saya untuk menanggalkan jabatan yang "maknyus" dan memilih jadi entrepreneur kelas kaki lima.

Saya bisa mengerti, karena sebelumnya saya pernah mencoba beberapa usaha dan selalu Gagal (gagalnya pakai total).  Tapi bukankah kegagalan itu asyik?  kegagalan membuat kita makin pintar : tapi itu pendapat saya.

Dalam perjalanan, tentu tak mulus, diantara teman-teman ada yang bersimpati dengan menawarkan bantuan atau sekedar informasi agar saya kembali bekerja di kantor.  Mereka iba, melihat kondisi saya yang balik lagi berjuang bersama "smash davidson", tiap hari bermuka setengah monyet karena asap knalpot, mengumpulkan omzet 100-200ribu dari konter burger di emper-emper ruko  dan sekolah.

Kini, kejadian itu berulang.  Bulan Mei 2013 lalu, saya memutuskan belajar membangun usaha baru sebagai Profesional Financial Planner di Manulife Indonesia, atau profesi yang dulu dikenal dengan nama "agen asuransi".  Kini, selain mengernyit heran, mencibir juga tak sedikit yang mulai menghindar :alasannya takut diprospek dan ditawari asuransi.  Tapi, terus terang saya memang harus banyak belajar, memulai satu usaha dari nol, yang usaha ini dihindari, dipersepsi jelek oleh banyak orang : tapi penuh ilmu dan membuat banyak orang sukses ketika serius menjalaninya.  Soal asuransinya?  itu kebutuhan bagi orang yang sudah cukup pengetahuan untuk memilikinya, saya tak pernah memaksa.  Toh, manfaatnya buat yang memiliki asuransi, bukan saya.

Kebayang kan sama anda, saat anda sudah merasa sukses, mapan, usahanya sudah "kencang berlari",  keren, duit cukup...tiba-tiba harus memulai lagi usaha dari nol.  Dicibir, ditolak oleh orang-orang yang anda tahu kondisinya lebih "mengenaskan" dari anda.  Tapi, saya teringat kisah kerang mutiaranya mas Jamil Azzaini.  Jadi, dinikmati saja.

Tujuh bulan yang menyiksa -tentu- tak mudah untuk dilewati.  Tapi, saya percaya semua perjalanan ada hikmahnya.  Kalau dulu n saya tak memulai dengan bersakit-sakit jualan burger di emperan, barangkali sekarang saya menjadi lebih mudah "patah".

Maka, kemarin : "Anak Bawang" itu bisa Berangkat ke Shanghai.  Siapa yang mengira?  Bahkan teman-teman yang dulu iba kepada saya pun belum ada satupun yang bisa menikmati perjalanan kelas utama serba gratis seperti ini.  Bisapun mereka pergi, paling dalam rangka kerja bukan jalan-jalan :apalagi bersama anak-anak mereka.  

"Anak Bawang" itu bisa mengajak anak-anaknya ke Shanghai.  Memberi mereka pengalaman, yang barangkali, tak akan mereka lupakan seumur hidup mereka.  Ya, karena sebentar lagi mereka menjadi anak-anak jaman yang berjuang dalam tantangan waktu mereka sendiri.  Kita cuma akan menjadi supporter atau malah penonton.  

Alhamdulillah, dengan kondisi cuma menjadi penjual kopi dan agen asuransi, anak-anak kami sudah pernah menjejakkan kaki ke Vietnam, Hongkong dan Shanghai.  Yang buat bapaknya, dulu mimpipun tak sempat lewat dalam tidur.  Kami berdua tetap bisa menjalankan ibadah umroh, sebelum kami benar-benar siap materiil dan spirituil menjalankan ibadah pamungkas : Ber-Haji.

Jadi, kalau sekarang masih banyak mencibir, sinis atau tak jarang menghina : biarlah saya terus belajar menjadi seorang penjual kopi yang baik dan financial planner yang pintar.  Saya harus akui, saya belum sehebat orang-orang yang mencibir dan menghina saya, untuk itu saya masih harus rajin belajar.

Dan saya memilih belajar di Manulife Indonesia, pengennya bersama anda : kalau anda cukup tangguh, nggak cengeng, mau sedikit rendah hati dan cukup punya visi sebagai entrepreneur yang merdeka.

Soal nantinya akan sukses atau gagal, nggak pernah terlintas saya pikirkan.  Saya nikmati saja prosesnya, serap ilmunya.  Kalau kita serius dan tak henti bersyukur, InsyaAllah kita pasti sukses.



Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG