Skip to main content

KAUM CENTANG BIRU

Tahukah anda kenapa sepertinya negeri (medsos) ini tidak pernah lepas dari konflik? Karena populasi lebah kalah banyak dari populasi lalat.

Selasa lalu, dua orang mantan agen perusahaan mitra saya bekerjasama, datang ke OJK untuk BERBICARA soal hak konstitusional mereka, wacana pengajuan gugatan PKPU. Media melalapnya seperti sumbu kain terendam bensin disambar api, dengan isi berita yang multi tafsir.

Dan sejak Rabu itu, tiba-tiba japri watsap, Messenger Facebook, DM instagram saya tang-tung tiada henti, menanyakan apakah perusahaan bakal pailit. Saya -saat itu juga- merespon dengan artikel yang saya unggah di http://www.basriadhi.com/…/saya-tulis-artikel-ini-karena-ba… untuk menjelaskan bahwa gugatan pailit itu belum dilakukan, proses pailit itu harus melalui perjalanan yang panjang dan lama, serta pailit itu tidak sama dengan bangkrut.

Dan Kamis kemarin, perusahaan sudah memberikan pernyataan resmi. Harusnya klir.

Namun herannya, masih saja ada yang mencoba membakar-bakar masalah dengan pertanyaan baik di japri maupun DM.

“Tuh Bas, apa bedanya sama Jiwasraya", katanya. Atau membandingkan dengan perusahaan asuransi lokal yang juga sedang default, bahkan dengan manajer investasi (atau koperasi) yang gagal bayar. Padahal -seharusnya- mereka tahu, duduk masalahnya berbeda jauh. Bumi langit.

Dan... Anda tahu, yang tiba-tiba "concern" bukanlah para nasabah dan juga bukan sesama agen asuransi.

Nasabah saya yang preminya ratusan juta justru tenang, namun yang bereaksi kencang justru orang-orang yang selama ini kalau saya "posting" di medsos soal perencanaan keuangan, perencanaan waris : hanya hening. Jangankan komen, acung jempol saja enggak.

Dan sebagian dari mereka adalah kaum centang biru di watsap. Orang yang selama ini kalau saya share info soal produk, kelas, konsep perencanaan keuangan/waris : hanya membaca, tapi pura-pura tak membaca. Diam seribu basa.

Tiba-tiba ketika ada masalah, kaum centang biru ini bereaksi cepat. Seolah menemukan kebenaran untuk disampaikan.

Saya jadi teringat cerita pak Tung Desem di sesi Meeting Senin lalu (dan saya dapat hadiah buku lho, dari pak Tung).

Pak Tung bertanya, apa bedanya Lebah dan Lalat? Bedanya ada di MATA mereka.

Lebah walau terbang di atas TPA Bantargebang, matanya mencari Bunga. Sedang Lalat, walau terbang di atas Taman Anggrek TMII yang dicarinya adalah kotoran. Lebah akan meninggalkan jejak serbuk bunga, lalat akan meninggalkan jejak kuman penyebab tipus.

Itulah representasi kehidupan sehari-hari. Ada orang yang memilih (memiliki mata) lebah, ada yang memilih (memiliki mata) lalat.

Jadi ngerti kan ya, bedanya lebah dan lalat. Serta bedanya centang biru di watsap dengan centang biru di instagram?

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG