Malam itu Joe Castleman gelisah dalam tidurnya, hingga Joan -istrinya-menegurnya agak tak banyak makan makanan manis sebelum tidur. Itu membuatnya susah tidur.
Tiba-tiba telepon berdering. Panitia Penghargaan Nobel mengabarkan, bahwa Joe berhak menerima Penghargaan Nobel karena salah satu novel yang ditulisnya dianggap sangat berpengaruh pada dunia sastra. Sebuah kabar yang mengejutkan, sekaligus menguak berbagai konflik sebuah keluarga yang nampaknya baik-baik saja.
Joan Archer adalah mahasiswi sastra berbakat, anak bimbing Joe, yang akhirnya dinikahi Joe setelah menceraikan istri pertama (yang dianggap) tak menghargai profesinya sebagai penulis.
Stockholm sedang dingin-dinginnya ketika pasangan ini bersama anak bungsu mereka tiba. Penghargaan Nobel yang prestisius ini akhirnya menghamburkan semua bara yang terpendam ketika Joan memilih meninggalkan ruangan acara dalam tangis.
Orang melihat Joe Castleman sebagai penulis hebat yang menghasilkan banyak tulisan berbobot, hebat dan berpengaruh. Tapi apa yang terlihat tidak sejalan dengan keadaan sebenarnya.
Tulisan Joe barulah draft yang kering, tak bernyawa sehingga perlu sentuhan Joan (yang berbakat) untuk memoles, menghaluskan dan memberinya nyawa sehingga menjadi tulisan yang sangat menghanyutkan.
Joan memeram dirinya delapan jam sehari di belakang mesin ketik, mengedit dan mengetik ulang sebelum akhirnya terbit novel hebat yang "diakui" sebagai karya Joe Castleman. Dan Joan memendam duka sebagai "bayangan tak diakui" di belakang punggung buku Joe itu.
Beruk makan durian, dia dapat durinya. Begitu kata pepatah entah dari mana untuk menggambar bagaimana derita Joan.
Cerita itu saya ambil dari Film Wife, fulm tahun 2017 yang saya tonton di pesawat sepanjang perjalanan Palembang-Padang-Batam-Jakarta.
Glenn Close dengan sangat brillian memerankan peran Joan Archer yang karyanya "diakuisisi" suaminya, tak tak dianggap pula.
Saya bukan penyuka film drama, karena biasanya membosankan. Tapi tidak film ini.
Dari film ini saya belajar, bahwa benar kata Garwa dalam bahasa jawa yang berarti suami atau istri. Garwa katanya singkatan dari "Sigaraning Nyawa" alias Belahan Jiwa.
Dari film ini saya belajar, bahwa di balik kesuksesan kita, ada peran besar orang lain. Makin hebatpencapaian kita, makin banyak orang yang berperan. Terutama pasangan kita.
Maka soal menghormati orang-orang yang telah ikut berperan pada kesuksesan, benarlah ilmu padi itu. Makin berisi bulirnya, makin menunduk dia.
Tapi ada juga padi yang bungkus bulirnya berwarna kuning terang, tapi tak menunduk. Maka teman... Itulah padi yang terserang hama wereng. Bulirnya kosong tak berisi. Padi yang terserang wereng, bila bulirnya telah serupa warna kuning terbakar, tak akan lama akan membusuk batangnya dan rebah tak berdaya.
** Terimakasih pada teman-teman yang sudah menyertai dan ikut dalam kelas-kelas kemarin. Juga pada teman-teman yang saya bisa belajar padanya, sehingga saya bisa membagikan kembali ilmu-ilmu itu. Karena anda semua, saya ada. Terimakasih.
Tiba-tiba telepon berdering. Panitia Penghargaan Nobel mengabarkan, bahwa Joe berhak menerima Penghargaan Nobel karena salah satu novel yang ditulisnya dianggap sangat berpengaruh pada dunia sastra. Sebuah kabar yang mengejutkan, sekaligus menguak berbagai konflik sebuah keluarga yang nampaknya baik-baik saja.
Joan Archer adalah mahasiswi sastra berbakat, anak bimbing Joe, yang akhirnya dinikahi Joe setelah menceraikan istri pertama (yang dianggap) tak menghargai profesinya sebagai penulis.
Stockholm sedang dingin-dinginnya ketika pasangan ini bersama anak bungsu mereka tiba. Penghargaan Nobel yang prestisius ini akhirnya menghamburkan semua bara yang terpendam ketika Joan memilih meninggalkan ruangan acara dalam tangis.
Orang melihat Joe Castleman sebagai penulis hebat yang menghasilkan banyak tulisan berbobot, hebat dan berpengaruh. Tapi apa yang terlihat tidak sejalan dengan keadaan sebenarnya.
Tulisan Joe barulah draft yang kering, tak bernyawa sehingga perlu sentuhan Joan (yang berbakat) untuk memoles, menghaluskan dan memberinya nyawa sehingga menjadi tulisan yang sangat menghanyutkan.
Joan memeram dirinya delapan jam sehari di belakang mesin ketik, mengedit dan mengetik ulang sebelum akhirnya terbit novel hebat yang "diakui" sebagai karya Joe Castleman. Dan Joan memendam duka sebagai "bayangan tak diakui" di belakang punggung buku Joe itu.
Beruk makan durian, dia dapat durinya. Begitu kata pepatah entah dari mana untuk menggambar bagaimana derita Joan.
Cerita itu saya ambil dari Film Wife, fulm tahun 2017 yang saya tonton di pesawat sepanjang perjalanan Palembang-Padang-Batam-Jakarta.
Glenn Close dengan sangat brillian memerankan peran Joan Archer yang karyanya "diakuisisi" suaminya, tak tak dianggap pula.
Saya bukan penyuka film drama, karena biasanya membosankan. Tapi tidak film ini.
Dari film ini saya belajar, bahwa benar kata Garwa dalam bahasa jawa yang berarti suami atau istri. Garwa katanya singkatan dari "Sigaraning Nyawa" alias Belahan Jiwa.
Dari film ini saya belajar, bahwa di balik kesuksesan kita, ada peran besar orang lain. Makin hebatpencapaian kita, makin banyak orang yang berperan. Terutama pasangan kita.
Maka soal menghormati orang-orang yang telah ikut berperan pada kesuksesan, benarlah ilmu padi itu. Makin berisi bulirnya, makin menunduk dia.
Tapi ada juga padi yang bungkus bulirnya berwarna kuning terang, tapi tak menunduk. Maka teman... Itulah padi yang terserang hama wereng. Bulirnya kosong tak berisi. Padi yang terserang wereng, bila bulirnya telah serupa warna kuning terbakar, tak akan lama akan membusuk batangnya dan rebah tak berdaya.
** Terimakasih pada teman-teman yang sudah menyertai dan ikut dalam kelas-kelas kemarin. Juga pada teman-teman yang saya bisa belajar padanya, sehingga saya bisa membagikan kembali ilmu-ilmu itu. Karena anda semua, saya ada. Terimakasih.
Comments
Post a Comment