
Jaman Pak Harto bisa kuliah murah, kerja pertama jempol kaki bengkak diinjak sepatu Lars Paspamres gara-gara nganterin koran ke Cendana pake Sandal dan hampir jadi Tapol gara-gara cover majalah tempatku bekerja.
Jaman Megawati dan Gus Dur nyaris tak ada bedanya, masih harus piket, tidur beralas kertas koran di percetakan. Mau nyoba beternak bebek, berakhir bangkrut dengan utang KTA puluhan juta.
Jaman SBY, merintis jadi tukang kopi. Diketawain teman-teman lama. "GM kok jualan di emperan ruko, belanja selada di pasar",katanya. Tapi kopi bahan ketawaan ini sudah berkelana keliling Indonesia.
Jaman Jokowi malah jadi agen asuransi. Makin keras suara yang ketawa. Walau yang ketawa kebanyakan hidupnya juga disitu-situ saja : ngedumel nggak selesai-selesai di social media karena tak terpilihnya calon presiden mereka.
Hidup memang bukan soal Sukarno, Suharto, Jokowi, Anies atau Ahok. Bertengkar soal mereka, tak membuat hidup lebih baik, nggak membuat hutangmu bisa kebayar...nggak ada jaminan masuk surga juga.
Beresin (dulu) hidup sendiri, beresin utang-utang dan tertawakan masa lalu.
** Foto tahun 2007, setahun setelah kehilangan Gaji Rp 25juta/bulan, jadi "pengusaha" tanpa omzet, tanpa bayangan kapan akan sukses.. Salah satu cara menemukan kesenangan adalah nongkrong sama anak-anak di pinggir sawah orang, di daerah Ciampea-Bogor.
Comments
Post a Comment