Skip to main content

ZALIM TAK SENGAJA

"Pak, ini kasus di keluarga besar saya. Seorang suami, sekaligus ayah meninggal dunia. Dia meninggalkan seorang istri dan lima orang anak : tiga sudah dewasa (karena sudah menikah) dan dua masih sekolah. Beberapa hari setelah acara pemakaman selesai, anak pertama menanyakan kapan saatnya pembagian waris (secara Hukum Islam) harus dilakukan. Namun ibunya menjawab : bagi warisan nanti saja, tunggu Ibu meninggal".

Kira-kira hal seperti ini dibenarkan atau tidak?

Tentu, saya tak bisa serta merta bilang benar atau salah. Perkawa ini kadang terkait soal adat atau ewuh pekewuh dalam keluarga. Namun, yang patut diketahui bahwa Hukum Islam mengatur secara detil cara Pembagian Waris yang dinamakan Hukum waris Islam. Ilmu Hukum Waris Islam ini disebut Ilmu Faraidh.

Selama ini banyak mengira soal Hukum waris Islam hanya berkisar di cara pembagian (atau porsi) sebagaimana dimaktub dalam surat An Nisa' ayat 11-12. Padahal tidak.

Dalam Islam, pembagian warisan menganut asa Ijbari. Asas Ijbari kurang lebih artinya Hak dan Harta Pewaris akan otomatis berpindah kepada para Ahli Wari sesaat setelah Pewaris meninggal dunia, tanpa Ahli Waris harus repot menuntutnya dan tak boleh ada akal atau perasaan yang menghalangi hak tersebut. Dalam kaidah Hukum Waris Negara (Perdata) ini disebut Hak Saisine (pasal 833 KUHPerdata).

Nah, karena asas Ijbari ini, Hak para ahli waris -terutama - Anak "dilindungi" oleh Surat An Nisa' ayat 2 dan ayat 5. Bila mereka dewasa hak (mereka atas harta waris)nya tak boleh ditahan atau ditukar, kalau mereka belum dewasa kita hanya boleh (menjadi wali dan pengelola) atas harta mereka.

Persoalan biasanya belum selesai di sana. Setelah ibu "menahan" pembagian waris yang diminta oleh salah satu anak tadi, biasanya, potensi konflik belum selesai. Terutama bila warisannya berbentuk tanah dan bangunan (aset property).

Dalam Konsep Harta yang dianut oleh Kompilasi Hukum Islam dan Hukum Perdata, ada Harta Bersama dalam Perkawinan (Gono-Gini). Kepemilikan harta saat pewaris masih hidup (misal ini atas nama ayah) tidak serta merta membuat kepemilikannya menjadi milik istri dan anak-anak. Ada proses yang harus dilalui oleh Istri dan Anak sebelum tanah dan bangunan tadi ingin diagunkan atau dijual.

Proses yang harus dilalui bernama Turun Waris, di mana keluarga harus membayar Bea (BPHTB) Waris yang bila dihitung seluruh biayanya bisa mencapai 10-15% harga asset property tersebut. Proses Turun Waris tak dilakukan, maka ahli waris tak bisa mengagunkan, menggadaikan atau menjual asset tersebut. Nah, keributan biasanya berawal dari perkataan "Ah, ini warisan baru mau dibagi tapi kok kita sudah harus urunan biaya untuk bayar Turun Waris".


Dari banyak kasus yang pernah saya bantu, dengar dan ketahui : umumnya suami yang meninggal, semasa hidupnya hanya mempersiapkan aset property untuk warisan namun tak mempersiapkan biaya untuk para ahli waris bisa memilikinya. Saya selalu bilang : menerimanya gratis, memilikinya tak gratis.



Sehingga dalam perkara waris, umum terjadi konflim karena Kezaliman yang Tak Disengaja. Kezaliman yang dilakukan Ibu pada anak karena tak mengetahui perintah dalam surat An Nisa' ayat 2 dan ayat 5, Kezaliman anak pada Ibu karena nggerundel adalah wujud prasangka buruk.

Maka, saya selalu bilang, sebagai salah satu cara untuk melakukan Perencanaan Waris adalah suami atau ayah mempersiapkan Santunan (untuk keluarganyanya kelak) melalui Manfaat Santunan Asuransi Jiwa Syariah.

Santunan ini berasal dari sebagian kontribusi yang dibayarkan para peserta yang dihibahkan serta masuk ke kumpulan Dana Tabbaru'. Karena sudah dihibahkan, pada dasarnya itu sudah milik Kumpulan (bukan lagi harta yang bisa dia wariskan) dan tak bisa juga dia minta ulang (kecuali atas persetujuan seluruh peserta).

Namun, tentu saja ini hanya salah satu solusi. Bila anda punya solusi Perencanaan Waris yang lain, silakan bisa berbagi.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG