Skip to main content

PRIA PENUNGGANG UNTA BETINA


'Aku sudah berjuang, sudah membela tapi kok rasanya hidup kok masih begini-begini saja. Tak kemana-mana", Demikian katanya (lebih pas, keluhnya).

Lalu saya ceritakan kepadanya sebuah hikayat tentang pria yang menunggang unta.

Pada suatu zaman, hidup seorang pria yang memiliki seekor unta betina. Pria ini juga memiliki cabang-cabang toko di kota sebelah. Toko-toko yang sangat dicintainya karena sudah memberinya banyak keuntungan. Dan kunjungan ini adalah kunjungan inspeksi rutin bulanannya.

Unta betina ini baru empat hari lalu melahirkan seekor anak unta (tentu saja, mosok anak kambing...), dia lagi sayang-sayangnya pada anaknya. Dibimbingnya anak yang masih menyusu itu kemana-mana. Tak terpisahkan.

Lalu, siang itu sang pria sudah memasang pelana dan menaikkan perbekalan ke punggung unta betina, siap menempuh perjalanan ke kota sebelah.

Baru satu jam perjalanan, sang unta tiba-tiba berbelok ke arah menuju rumah. Dia ingat anaknya.

Sekuat tenaga sang pria berusaha mengendalikan unta, mengajaknya jalan ke kota sebelah : sia-sia. Akhirnya pria di punggung unta hanya berputar di situ-situ saja.

Apa pelajaran dari kisah tersebut?

Itulah fenomena dalam kehidupan kita sehari-hari, belakangan ini. Si Unta cinta anaknya, si Pria cinta tokonya. Cinta keduanya tak nyambung.

Hati kita memiliki rasa cintanya kepada sesuatu, sementara mulut dan pikiran kita memiliki cintanya pada hal lain.

Tiap hari mulut (dan tangan di media sosial : berbicara tentang kebaikan) padahal hatinya berharap pujian (bahkan imbalan materi : maju tak gentar membela yang bayar).

Mulutnya bilang ",Ya, aku mau sukses, aku mau kerja keras". Namun hatinya mencintai kemalasan dan kemageran.

Akhirnya, hidupnya hanya berputar di situ-situ saja.

(Cerita dimodifikasi dari kisah Qais (Majnun) dan Laila, Laila Majnun, yang konon terjadi di kota Amasya, Turki).

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG