Saya akan ceritakan sebuah kisah tentang ayah yang sangat menyayangi anaknya dan saat si ayah ini meninggal, justru anak ini bersengketa dengan ibu dan saudara-saudaranya.
Sebut saja nama si ayah adalah Dewa Kapas, dia menikah dengan Dewi Kapuk. Sepanjang 18 tahun pernikahan mereka dikaruniai empat anak perempuan. Dewa Kapas memendam keinginan yang sangat dalam untuk bisa memiliki seorang anak lelaki.
Tuhan mendengar doa-doanya, dan tepat di usia pernikahannya yang ke 20 lahirlah seorang anak lelaki. Disayang-sayangilah anak lelaki ini melebihi kakak-kakaknya.
Sebut saja nama anak lelaki ini Kasur.
Dewa Kapas memiliki beberapa toko alat-alat tempat tidur (saya kira dari situlah nama Dewa Kapas berasal), dan sejak kecil diajaknya Kasur berkeliling toko alat-alat tempat tidur ayahnya dan dikenalkan pada para karyawan sebagai calon penerus bisnis si ayah.
Dengan mantap, beberapa tahun sebelum meninggal Dewa Kapas meninggalkan surat wasiat : bunyinya semua toko akan diserahkan kepada si Kapuk, istri dan anak-anak lain akan mendapat uang tunai masing-masing Rp 100 juta yang sudah disiapkan Dewa Kapas di rekening Bank. Saat itu, istri, anak-anak lain termasuk Kapuk mendengar dengan khidmat tanpa perlawanan.
Singkat cerita Dewa Kapas meninggal.
Awalnya semua berjalan baik-baik saja. Istri dan anak Dewa Kapas adem ayem dan berniat membagi harta peninggalan sesuai wasiat almarhum.
Anak kita bisa didik menjadi baik dan menurut, namun tidak demikian halnya dengan pasangan anak. Masalah muncul ketika keluarga dari salah satu kakak Kapuk mempermasalahkan pembagian harta peninggalan yang dinilai tidak adil. Dan mendesak si kakak (wanita) tersebut bersepakat dengan ibu dan saudaranya menggugat Kapuk di pengadilan.
Setelah melewati persidangan yang lama, menguras waktu dan biaya... Akhirnya diputuskan wasiat Dewa Kapas dibatalkan, dan dilakukan pembagian harta waris sesuai Hukum Perdata : janda akan mendapat 1/2 dan 1/2 bagian sisanya dibagi rata pada ahli waris tanpa melihat jenis kelamin.
Yang lebih menyedihkan selain hubungan persaudaraan yang retak, toko yang sudah dirintis oleh almarhum Dewa Kapas selama puluhan tahun akhirnya bangkrut dan tutup satu demi satu karena tak terurus dengan baik.
Kisah Dewa Kapas ini mengajarkan, kalau sayang pada istri atau anak harus tahu caranya. Jangan pakai wasiat atau hibah, karena wasiat atau hibah tunduk pada aturan hukum waris.
Coba kalau Dewa Kapas dulu tahu ada solusi bernama Akad Pertanggungan yang bisa memberi 100% manfaat buat Kapuk, nggak bakal ada sengketa ini, karena harta warisnya tetap akan dibagi secara adil ikut aturan Hukum Waris Perdata.
*Kisah nyata disarikan dari "curhat" Kapuk saat sesi konsultasi Nasabah. Kisah detilnya bisa dibaca di Putusan Mahkamah Agung no 37XXK/Pdt/... Yang diputuskan 30 Maret 1995.
Sebut saja nama si ayah adalah Dewa Kapas, dia menikah dengan Dewi Kapuk. Sepanjang 18 tahun pernikahan mereka dikaruniai empat anak perempuan. Dewa Kapas memendam keinginan yang sangat dalam untuk bisa memiliki seorang anak lelaki.
Tuhan mendengar doa-doanya, dan tepat di usia pernikahannya yang ke 20 lahirlah seorang anak lelaki. Disayang-sayangilah anak lelaki ini melebihi kakak-kakaknya.
Sebut saja nama anak lelaki ini Kasur.
Dewa Kapas memiliki beberapa toko alat-alat tempat tidur (saya kira dari situlah nama Dewa Kapas berasal), dan sejak kecil diajaknya Kasur berkeliling toko alat-alat tempat tidur ayahnya dan dikenalkan pada para karyawan sebagai calon penerus bisnis si ayah.
Dengan mantap, beberapa tahun sebelum meninggal Dewa Kapas meninggalkan surat wasiat : bunyinya semua toko akan diserahkan kepada si Kapuk, istri dan anak-anak lain akan mendapat uang tunai masing-masing Rp 100 juta yang sudah disiapkan Dewa Kapas di rekening Bank. Saat itu, istri, anak-anak lain termasuk Kapuk mendengar dengan khidmat tanpa perlawanan.
Singkat cerita Dewa Kapas meninggal.
Awalnya semua berjalan baik-baik saja. Istri dan anak Dewa Kapas adem ayem dan berniat membagi harta peninggalan sesuai wasiat almarhum.
Anak kita bisa didik menjadi baik dan menurut, namun tidak demikian halnya dengan pasangan anak. Masalah muncul ketika keluarga dari salah satu kakak Kapuk mempermasalahkan pembagian harta peninggalan yang dinilai tidak adil. Dan mendesak si kakak (wanita) tersebut bersepakat dengan ibu dan saudaranya menggugat Kapuk di pengadilan.
Setelah melewati persidangan yang lama, menguras waktu dan biaya... Akhirnya diputuskan wasiat Dewa Kapas dibatalkan, dan dilakukan pembagian harta waris sesuai Hukum Perdata : janda akan mendapat 1/2 dan 1/2 bagian sisanya dibagi rata pada ahli waris tanpa melihat jenis kelamin.
Yang lebih menyedihkan selain hubungan persaudaraan yang retak, toko yang sudah dirintis oleh almarhum Dewa Kapas selama puluhan tahun akhirnya bangkrut dan tutup satu demi satu karena tak terurus dengan baik.
Kisah Dewa Kapas ini mengajarkan, kalau sayang pada istri atau anak harus tahu caranya. Jangan pakai wasiat atau hibah, karena wasiat atau hibah tunduk pada aturan hukum waris.
Coba kalau Dewa Kapas dulu tahu ada solusi bernama Akad Pertanggungan yang bisa memberi 100% manfaat buat Kapuk, nggak bakal ada sengketa ini, karena harta warisnya tetap akan dibagi secara adil ikut aturan Hukum Waris Perdata.
*Kisah nyata disarikan dari "curhat" Kapuk saat sesi konsultasi Nasabah. Kisah detilnya bisa dibaca di Putusan Mahkamah Agung no 37XXK/Pdt/... Yang diputuskan 30 Maret 1995.
Comments
Post a Comment