Namanya Untung, usia 12 tahun namun nasibnya tak sebaik namanya yang untung itu. Ayahnya meninggal saat Untung masih dalam kandungan, overdosis.
Ibunya Untung setali tiga uang dengan almarhum suaminya, kecanduan narkoba dalam taraf yang akut. Hingga kadang untuk memenuhi keinginannya mengkonsumsi obat, si Ibu mencuri (atau mengutil) barang di toko. Tiga empat kali berurusan dengan polisi, dan mertuanya - kakek si Untung- yang terpaksa turun tangan membantu "membereskan" urusan dengan polisi.
Ketika saya bertemu dengan kakeknya Untung, masalahnya belum selesai di sana.
Kakeknya Untung adalah pengusaha yang sukses. Hartanya banyak hasil dari ketekunannya mengelola empat bengkel motor di kota X. Anak si kakek tiga orang, dua perempuan dan bungsu lelaki : ayah si Untung.
"Saya risau dengan apa yang mungkin akan terjadi saat nanti saya meninggal nanti, nak Basri", Kata si kakek. Anda pasti sudah bisa menebak kemana arahnya... Ya, soal warisan.
Hubungan Ibu Untung dengan kakak-kakak iparnya sangat buruk. Terlebih ketika ibunya Untung ini pernah mencuri beberapa perhiasan milik iparnya. Para ipar, tidak setuju Untung (lebih tepatnya ibunya Untung melalui Untung) menerima harta waris.
"Apakah si Untung akan mendapat warisan dari saya, nak Basri. Dan bagaimana cara menghindarkan konflik saat pembagian waris antara ibu si Untung dengan ipar-iparnya?",Lanjut tanya si Bapak.
Maka saya mencoba membantu Kakeknya Untung mengurai masalahnya.
"Begini pak", Kata saya.
Menurut Hukum Waris Islam, karena Untung adalah anak dari anak lelaki yang sudah meninggal duluan, maka dia bisa menggantikan posisi Bapaknya. Dia memiliki hak waris.
Yang bisa Bapak lakukan adalah memberikan kompensasi atau penggantian atas Harta Waris yang diberikan Untung, yang Harta itu mengurangi bagian anak-anak Bapak.
"Instrumen yang bisa Bapak pakai adalah Asuransi Jiwa, yang Syariah akan lebih baik", Papar saya.
Hitung bagian yang terkurangi untuk Untung, dan buatlah Program Asuransi Jiwa dengan Uang Pertanggungan senilai itu untuk diberikan pada anak-anak Bapak.
"Usia Bapak masih memungkinkan Bapak memiliki Asuransi Jiwa, walaupun menjadi agak mahal", Tutup saya.
Plus, dengan asuransi jiwa syariah Bapak bisa mengalokasikan sebagian Uang Pertanggungannya untuk Wakaf Produktif. Maka jelas asuransi jiwa bukan soal sakit dan mati sahaja.
Sang Kakek manggut-manggut. Saya juga. Karena si Untung, jangan sampai semua buntung... Karena sesama saudara saling pentung.
Ibunya Untung setali tiga uang dengan almarhum suaminya, kecanduan narkoba dalam taraf yang akut. Hingga kadang untuk memenuhi keinginannya mengkonsumsi obat, si Ibu mencuri (atau mengutil) barang di toko. Tiga empat kali berurusan dengan polisi, dan mertuanya - kakek si Untung- yang terpaksa turun tangan membantu "membereskan" urusan dengan polisi.
Ketika saya bertemu dengan kakeknya Untung, masalahnya belum selesai di sana.
Kakeknya Untung adalah pengusaha yang sukses. Hartanya banyak hasil dari ketekunannya mengelola empat bengkel motor di kota X. Anak si kakek tiga orang, dua perempuan dan bungsu lelaki : ayah si Untung.
"Saya risau dengan apa yang mungkin akan terjadi saat nanti saya meninggal nanti, nak Basri", Kata si kakek. Anda pasti sudah bisa menebak kemana arahnya... Ya, soal warisan.
Hubungan Ibu Untung dengan kakak-kakak iparnya sangat buruk. Terlebih ketika ibunya Untung ini pernah mencuri beberapa perhiasan milik iparnya. Para ipar, tidak setuju Untung (lebih tepatnya ibunya Untung melalui Untung) menerima harta waris.
"Apakah si Untung akan mendapat warisan dari saya, nak Basri. Dan bagaimana cara menghindarkan konflik saat pembagian waris antara ibu si Untung dengan ipar-iparnya?",Lanjut tanya si Bapak.
Maka saya mencoba membantu Kakeknya Untung mengurai masalahnya.
"Begini pak", Kata saya.
Menurut Hukum Waris Islam, karena Untung adalah anak dari anak lelaki yang sudah meninggal duluan, maka dia bisa menggantikan posisi Bapaknya. Dia memiliki hak waris.
Yang bisa Bapak lakukan adalah memberikan kompensasi atau penggantian atas Harta Waris yang diberikan Untung, yang Harta itu mengurangi bagian anak-anak Bapak.
"Instrumen yang bisa Bapak pakai adalah Asuransi Jiwa, yang Syariah akan lebih baik", Papar saya.
Hitung bagian yang terkurangi untuk Untung, dan buatlah Program Asuransi Jiwa dengan Uang Pertanggungan senilai itu untuk diberikan pada anak-anak Bapak.
"Usia Bapak masih memungkinkan Bapak memiliki Asuransi Jiwa, walaupun menjadi agak mahal", Tutup saya.
Plus, dengan asuransi jiwa syariah Bapak bisa mengalokasikan sebagian Uang Pertanggungannya untuk Wakaf Produktif. Maka jelas asuransi jiwa bukan soal sakit dan mati sahaja.
Sang Kakek manggut-manggut. Saya juga. Karena si Untung, jangan sampai semua buntung... Karena sesama saudara saling pentung.
Comments
Post a Comment