Skip to main content

KELUARGA ATAU TEAM?

"Dari Bogor jam berapa?",demikian teman-teman selalu bertanya kalau kami ada "meeting" di Jakarta. Kadang-kadang satu setengah jam, kadang bisa tiga jam. Jadi mengukur jarak memakai waktu tempuh.

Kemarin kami blusukan dari Osaka ke Kyoto, setelah sebelumnya kami menjelajah dari Tokyo ke kota Kanazawa, Toyama dan dusun bersejarah Shirakawago.

Jarak dari Kanazawa ke Osaka sekitar 390 kilometer, dengan kereta cepat Shinkasen, cukup ditempuh tiga jam. Osaka ke Kyoto, setara jarak dari rumah saya ke Cawang (54 kilometer), cukup 15 menit saja.

Naik turun kereta, menyeret-nyeret koper tentu lumayan repot. Tapi tunggu, ini di Jepang. Petunjuk jalan sangat jelas, semua serba teratur dan antri, membuat kerepotan banyak tereduksi.

Ketepatan kedatangan kereta tepat sampai hitungan menit. Bermodal JR Pass dan Suica (semacam octopus di Hongkong, atau e-money di kampung saya) kami leluasa blusukan ke stasiun yang kadang saking besarnya sampai ada 5 susun, dengan tiap susun memiliki 2-8 track.

Bagaimana ngapalin jam dan jalurnya? Tak usah pusing, ada google map yang terintegrasi dengan sistem transportasi di Jepang. Plus, sistem pedestrian mereka juga ramah pada traveller kelas blusukan seperti kami yang nyeret koper kesana kemari.

Kemarin dari daerah Homachi-Osaka tempat menginap, kami naik commuterline ke Stasiun Osaka yang dilanjut Shinkasen ke Kyoto. Dari stasiun Kyoto kami keliling kota dengan Local Train yang melayani perjalanan hingga ke desa- desa, maklum nggak ada angkot di sana.

Kadang kami iseng turun di stasiun yang kelihatan sepi hanya untuk berfoto.

Hari anak-anak pengen ke akuarium raksasa di Osaka, serta lanjut kami bertolak ke Nagoya, kota ke ENAM dalam itinerari blusukan kami. Koper sudah siap, tinggal digeret lagi.

Istri saya mengecek "logistik", si sulung mengecek itinerary dan saldo SUICA, si bungsu beresin perlengkapan dokumentasi.

Dalam perjalanan model begini menguji kami. Apakah kami ini sekedar sekelompok individu yang tinggal serumah dengan predikat ayah, ibu dan anak : mereka sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri.

Ataukah kami ini sebuah TEAM...

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG