Skip to main content

HIDUP BUKAN IKLAN FUJI FILM

Menonton berita di tivi pagi ini, ada supporter ngamuk karena kesebelasan yang didukungnya kalah. Ada juga tawuran di Manggarai yang mengganggu jadwal kereta.

Di lini masa sosial media tak kalah seru. Mulai soal kecewanya pendukung capres yang kini jadi menhan, sampai perseteruan antara golongan pro dan kontra mas menteri mendiknas. Dari sekedar saling mencela, hingga sumpah serapah mengandung nama binatang komplit ada semua.

Maka, bagi yang sedang ramai-ramai banyak temannya : dia akan ngamuk di dunia nyata. Yang sendiri kesepian hanya ditemani gajet akan marah-marah di sosial media.

Kesebelasan kalah, capres tak terpilih atau mas menteri yang suka wefie hanyalah pemicu semata, semacam sumbu yang menunggu disulut.

Bila diibaratkan mercon : Kekecewaan para pengamuk (di dunia nyata dan dunia maya) itu sudah dikumpulkan bagai bubuk mesiu. Dan bubuk mesiunya adalah berbagai macam "kekalahan hidup", terutama kalah secara sosial-ekonomi.

Kenapa kekalahan hidup menjadi semacam mesiu mercon?

Karena kita terbiasa membuat kesuksesan palsu yang dipercaya sebagai kesuksesan asli. Fabrikasi sukses ala-ala sinetron.

Kita (diminta) percaya bahwa orang yang tampil dengan pakaian, tas serta jam tangan "wah" sembari memamerkan foto secangkir kopi "cappucino" itu adalah orang sukses.

Bagi yang percaya pada hasil fabrikasi sukses itu, sedikit demi sedikit akan memupuk rasa kecewa. "Kok aku nggak bisa seperti dia, ya".

Maka ketika spionnya kesenggol motor di jalan, kemarahan itu meledak. Ketika capresnya kalah, dia masih tak henti menyemburkan sumpah serapah di sosial media...

Hidup itu kadang nggak seasyik iklan Fuji Film : seindah warna aslinya. Yang tampil keren di sosial media, itu cuma karena kebetulan bagus kamera hapenya.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG