Skip to main content

Membaca Zaman atau Tergilas Zaman ?

"... saat mendirikan Bukalapak.com dari sebuah garasi kecil, kami percaya bahwa ini akan menjadi besar.  Kami meyakini ekonomi internet adalah masa depan.  Sayang pada waktu itu tidak semua berfikiran seperti itu," demikian jawab Achmad Zaky, Founder dan CEO Bukalapak.com.

Sharing Semangat di sebuah Universitas Swasta di Semarang, Oktober 2015
Dan dia tak menyerah, walau saat itu orang berfikir dia aneh : berjualan kok pakai internet, bagaimana bisa, bagaimana akan jadi besar?  Tapi dia jalan terus, get shit done !  Dan seeing is believing, ketika jamannya datang, bisnis (via internet) berkembang, banyak orang mulai berubah pikiran dan melihat internet secara serius.

Demikian juga kisah menarik soal Bukalapak, Tokopedia yang kontras dengan cerita jatuh bangunnya Bhinekka.com.  Bhinneka, sudah ada sejak 1996, serta memutuskan masuk ke web tahun 1999.  Tak langsung meledak, karena saat itu "jaman"-nya belum datang.  Tapi kini kisahnya berbeda.

Acmad Zaky (Bukalapak.com), William Tanuwijaya (Tokopedia.com) adalah contoh orang-orang yang bisa membaca "tanda-tanda zaman".  Mereka memulai bisnis dengan cara berbeda, tak biasa-biasa dan diluar arus utama (mainstream) -dengan resiko diejek, dicemooh orang karena aneh - tapi sebenarnya mereka sudah membaca tanda, bahwa suatu saat bisnis itu akan "meledak".  Tercatat, tahun 2014 transaski perdagangan online mencapai Rp 34.9 Triliun dan tahun ini diperkirakan meroket 544% menjadi Rp 224,9 Triliun (Data dari bank Indonesia, sebagaimana dikutip Tabloid Kontan Desember 2015).  Akhirnya orang-orang seperti Achmad Zaki dan William Tanuwijaya lah yang kiri menikmatinya.  Karena mereka tak mau terjebak arus utama (mainstream).

Iklan Peluang Bergabung bersama Agency saya (BHR Agency) melalui program ABPP
Itulah salah satu jawaban mengapa saya terjun ke industri asuransi jiwa.  Orang boleh sekarang mencibir atau meremehkan bisnis ini, tapi lihatlah bagaimana peta bisnis ini berubah total sejak pemerintah meluncurkan program BPJS Kesehatan.  Lima tahun lalu, orang tak pernah berfikir bahwa dengan memiliki asuransi kesehatan bakalan meringankan biaya saat sakit (dan termasuk "masuk" Rumah sakit).  Bahwa memliki asuransi kesehatan adalah (semacam) kebutuhan, bukan kemewahan.  Kini BPJS Kesehatan diburu calon nasabahnya.  Tapi, namanya pelayanan massal tentu tak bisa memuaskan semua penggunanya.  Dan itulah peluang saya.

Ditambah lagi, data dari Boston Consulting Group yang dirilis oleh tabloid Kontan Desember 2015, mengatakan bahwa pada tahun 2013 jumlah kelas menengah di Indonesia menjacapai 74 juta orang.  Pada tahun 2020, diprediksi menjadi 141 juta orang atau mencapai 54% jumlah penduduk.  Artinya, peluang sudah terbuka, kalangan menengah ini adalah kalangan yang "open mind", punya duit, sadar kebutuhan serta melihat jauh ke depan.  Memiliki asuransi bagi kalangan ini adalah sebuah kebutuhan, bukan lagi sekedar asesoris.  Mereka tak lagi mau menikmati sekedar "pelayanan massal" yang kualitasnya seadanya, mereka ingin lebih.

Saya hanya menunggu zaman itu tiba, sambil merintisnya dari sekarang.  Mendengarkan orang meremehkan, mencemooh itu sudah biasa, toh kemarin Achmad Zaky dan William Tanuwijaya mengalaminya (baca : http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20141210165312-185-17281/kisah-pendiri-tokopedia-yang-sempat-diremehkan/ )

Pertanyaannya, anda sedang mempersiapkan zaman itu tiba (dan bakalan nanti menikmatinya), atau sekedar jadi penonton  serta nanti tergilas ketika zaman itu tiba?  Itu soal pilihan belaka.

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG