Tidak banyak yang bisa saya ceritakan soal klien saya yang
satu ini. Namanya, sebut saja pak Amin,
adalah salah satu dari ratusan klien yang sudah saya “bantu” sepanjang karir saya di bidang Perencanaan Keuangan Keluarga.
Pak Amin, saya bertemu dengannya setahun lalu saat beliau
merasa perlu menambah asset investasi plus proteksinya. Sebuah produk Unit Link (Paduan Proteksi dan
Investasi) diambilnya dari AIA melalui saya.
Hingga dalam perbincangan itu,
saya menjelaskan perlunya sebuah produk perencanaan bila pak Amin
sakit. Orang menyebutnya Asuransi
Kesehatan. Tapi pak Amin tak tertarik,
karena beliau merasa hasil usaha dagangnya cukup untuk membiayai biaya Rumah
sakit, bilapun nanti dia sakit.
![]() |
Skema Stroke |
Hingga dua minggu lalu, saya mendengar pak Amin masuk dan
dirawat di Rumah Sakit karena Stroke yang menyerangnya tiba-tiba. Tak menunggu waktu lama, saya
menjenguknya. Pak Amin terlihat membaik,
walau masih sulit bicara. Dari istrinya,
saya mendengar bahwa biaya perawatan selama dua minggu sudah mencapai 150
jutaan rupiah, dan belum termasuk biaya “recovery” bila beliau memilih dirawat
di luar RS. Tak terhitung pula kerugian
karena tokonya terpaksa harus tutup, karena pemiliknya sakit. Tak ada pendapatan Masuk, hingga akhirnya
keluarga pak Amin harus merelakan satu mobilnya dijual untuk menutup
biaya-biaya tersebut.
Maka mengingat pak Amin, saya ingin berbagi sedikit
pengetahuan.
Di lingkungan awam, Asuransi Kesehatan hanya dikenal untuk
fitur yang meng-cover biaya perawatan Rumah Sakit –terutama bila rawat
inap. Tapi tak banyak yang sadar, saat
sakit kadang biaya pemulihan –selepas kita keluar dari Rumah Sakit- juga
besar. Belum lagi, seperti kasus pak
Amin, keluarga tak mendapatkan “penggantian” pendapatan karena pencari nafkah
sedang sakit.
Di perusahaan Financial Service dimana saya menjadi Agency Director-nya, kami
memiliki Tiga Fitur Solusi Keuangan untuk Kesehatan.
Fitur Pertama, adalah Hospital dan Surgical Assurance dimana
tertanggung akan dijamin pembayaran biaya perawatan di Rumah sakit, termasuk
biaya “medical treatment” oleh doketr selama dirawat di RS.
Fitur Kedua, adalah Severity/Multiple Critical Illnes yang
memberikan jaminan santunan UANG TUNAI pada tertanggung yang terdiagnosa dan
memerlukan pengobatan tambahan hingga pemulihan dari beberapa penyakit kritis
seperti kanker, jantung dan stroke.
Sehingga pemilik asuransi jenis ini tak perlu pusing mencari dana
tambahan dari kocek sendiri saat pemulihan/recovery sebagaimana kasus pak Amin
Fitur Ketiga, adalah Hospital Income yang memberikan jaminan
santunan UANG TUNAI pada tertanggung yang karena sakitnya menjadi kehilangan
pendapatan. Sehingga keluarga tetap bisa
mendapatkan nafkah sebagaimana saat tertanggung sehat serta bisa bekerja
seperti biasa.
Dengan tiga fitur tersebut, membuat sakit bukan menjadi
akhir cerita. Sakit adalah cobaan yang
harus dihadapi, dengan segala berkah yang dibawanya. Maka sangat bijak bila kita mempersiapkan
“tabungan” saat kita sehat, sehingga kapanpun sakit datang, kita cukup mampu
“melawannya”. Tanpa harus kehilangan
asset yang susah payak kita kumpulkan.
Kepada pak Amin saya sampaikan, tiga fitur itu bisa dia
dapatkan hanya dengan menyisihkan Rp 25.000,- per hari. Pak Amin
mengerti, dan dia putuskan mengambil tiga fitur itu. Sakit memang bukan akhir cerita.
Comments
Post a Comment