Sebuah gagasan, menjadi penting untuk diperjuangkan bila
memang kita memang memiliki keinginan besar untuk mewujudkannya. Untuk itulah saya ingin berbagi cerita.
Minggu lalu, saya baru saja pulang jalan-jalan bersama tim
saya dari Malaysia dan Singapura. Di
negeri jiran, Malaysia, patutlah kita banyak belajar soal pengelolaan
infrastruktur. Jelas kita ketinggalan
jauh. Jalanan bersih dan mulus, bahkan
hingga keluar kota Kuala Lumpur. Tapi
bukan itu yang saya bagikan dalam tulisan saya kali ini. Saya ingin menulis sebuah pelajaran soal
semangat dari Singapura. Kisah tentang
sebuah ikon, bernama Marina Bay Sands
MARINA BAY SANDS
Dibangun dari gagasan besar Singapore Tourism Board (STB)
untuk mengubah wajah pariwisata Singapura.
Untuk diketahui, ikon Merlion sudah menjadi terlalu biasa. Gagasan ini
ditawarkan ke dunia, hingga menanglah dua proposal : Mendandani Resort World
Sentosa dengan membangun Universal Studios Theme Park dan membangun sebuah
Resort yang sekaligus menjadi pusat perbelanjaan arena eksebisi, museum serta
casino. Pada 27 Mei 2006, Las Vegas Sand’s mengumumkan dirinya sebagai pemenang
proposal kedua. Proses pembangunan
dimulai pada tahun itu juga.
Pembangunan sebuah resort di atas tanah reklamasi Teluk
Marina, tentu tak mudah. Tanah lempung
yang tak bersahabat untuk konstruksi gedung bertingkat tinggi adalah tantangan
tersendiri. Arsitek Moshe Safdie dengan
pendekatan artistiknya menekankan ini sebuah proyek prestisius, serta
mempercayakan perusahaan Konstruksi Arup and Parsons Brikenhorff –yang
mengerjakan gedung kondang Sydney Opera
House – untuk menggarapnya.
Sebuah rancangan unik, dengan menempatkan “taman” di atas
tiga tower hotel, konon diilhami oleh perahu nabi Nuh di atap gedung adalah
sebuah gagasan gila. Gila, karena berat
taman itu sendiri setara sebuah pesawat cargo raksasa. Ratusan ton.
Tapi bukankah hanya gagasan-gagasan gila yang patut diperjuangkan untuk
mendapatkan kepuasan batin maksimal ?
Namun, datang berita buruk
pada September 2008. Sendi keuangan dunia mengalami osteoporosis dan
krisis finansial terburuk sejak 1930 menghantam kemana-mana. Tak terkecuali proyek prestisius pembangunan
pusat perbelanjaan, ruang pertemuan, hotel, rumah judi serta Museum Senin
Marina Bay Sands.
Sebuah pahatan raksasa di atas 15,5 ha lahar reklamasi di
teluk Marina Singapura, senilai US$ 5.5 Milyar terancam berhenti. Terlihat wajah para insinyur, kuli bangunan
hingga supir crane murung, lesu dan tertunduk sedih mendengar kabar itu. Mereka sudah berfikir hasil karya mereka akan
mangkrak, terhenti di tengah jalan.
Padahal, bila jadi, proyek ini diramalkan akan mengubah peta pariwisata
Singapura. Ini akan menjadi ikon, dimana
setiap turis yang datang ke negeri Singa ini, akan mengambil “pose mainstream”
berfoto dengan latar belakang gedung ini di kejauhan.
SHELDON ADELSON
Kabar ini tak pelak juga menghantam Sheldon Adelson. Pria yang saat berita krisis itu berhembus
berusia 75 tahun, pusing tujuh keliling.
Namun Sheldon Gary Adelson, demikian nama lengkapnya : pemilik Las Vegas
Sand’s, mogul bisnis dari Amerika yang berada di belakang pembangunan Resort
prestisius ini membuat sebuah pernyataan bersejarah yang dikenang hingga
kini.”Dalam bisnis tak pernah saya temui trend yang menukik turun, ataupun
melonjak tajam tanpa kembali ke titik datar (posisi normal). Jadi, saya akan teruskan pekerjaan ini hingga
selesai. Saya percaya semua akan
baik-baik saja”, demikian katanya di hadapan semua investor.
Pernyataan Sheldon ini tentu bukan omong kosong semata. Pria yang yang pada Juli 2014 ini masuk dalam
jajaran sepuluh orang orang terkaya di dunia versi majalah Forbes memiliki
alasan yang cukup kuat untuk mengatakan keyakinannya itu.
Sheldon terlahir dari keluarga miskin, dan tumbuh remaja di
Boston Amerika. Ayahnya pengemudi taksi dan ibunya menjual alat-alat untuk
merajut. Karier bisnisnya dimulai saat
dia berusia 12 tahun, dengan meminjam modal dari pamannya untuk bisa menjadi
agen koran di Boston. Pada usia 16
tahun, dia mulai menjual alat “vending” permen, menempuh pendidikan di City
College of New York dan berakhir “drop out”.
Berbagai macam bisnis pernah dicicipinya, dari mulai menjual perangkat
toiletris, menyediakan jasa carter bis wisata pada tahun 1960 an. Bisnisnya pernah jaya dan berkali-kali jatuh,
hingga kemudian akhirnya dia bisa menjadi seorang miliuner setelah sukses
membangun bisnisnya yang ke 50.
Langkah Sheldon Adelson tak melulu hanya berkutat di
Amerika. Selain Las Vegas Sands, dia
bekerjasama dengan pemerintah China membangun Sands Macao di Macao yang
mencatatkan sejarah luar biasa, pengembalian investasi US$ 265 juta hanya dalam
waktu satu tahun !
Jadi, wajarlah di saat krisis keuangan terburuk sepanjang
jaman itu, dia berkata dengan lantang dan yakin. Proyek pembangunan “gagasan gila” Marina bay
Sands diteruskan.

MONUMEN DI ATAS TELUK
Maka, ceritapun berlanjut.
Para pekerja mulai bergairah kembali, para insinyur berfikir keras
secepatnya menyelesaikan proyek ini dan geliat “kehidpan” menyala kembali. Maka, hari ini lihatlah, sebuah proyek yang
lazimnya diselesaikan dalam waktu 6-7 tahun, walau diterpa krisis keuangan,
dengan tantangan alam luar biasa : dapat diselesaikan hanya dalam tempo 4
tahun. “Masterpiece” ikon pariwisata
negeri Singa ini, benar-benar menjadi lokasi foto paling umum para
pelancong. “Monumen” megah di atas teluk
ini menelan total biaya pembangunan senilai US$ 8 milyar(per Juli 2009) resmi
dibuka pada 23 Juni 2010. Dampak
ekonominya luar biasa juga, memberikan lapangan pekerjaan bagi 1000 orang di
dalamnya, serta 2000 orang lain di sektor pendukung : Marina Bay Sands
dikunjungi hampir 25.000 orang per
harinya serta memberikan kontribusi 0.8% GDP Singapura senilai $2,7
Milyar.
Maka belajar dari Marina Bay Sands dan keteguhan hati
seorang Sheldon Adelson, kita patur bertanya pada diri kita sendiri : Gagasan
besar (dan gila) apa yang kita sudah perjuangkan mati-matian dalam kurun waktu
umur kita?
Banyak dari kita menyesal di hari tua karena tak sempat
mewujudkan hal besar yang –sebenarnya- dulu ketika muda bisa diwujudkan. Kebanyakan karena terlena oleh zona
nyaman. Berada di kantor dari pagi
hingga malam, berdesakan macet di jalan dengan gaji pas-pasan : tapi takut
ketika dihadapkan pada gagasan ingin mandiri dan berjuang untuk hidup yang
lebih baik.
Hingga teringat Sheldon Adelson,
apalagi kalau yakin kita ber-Tuhan, bila pertaruhan Adelson sedemikian besar
dia berani, mengapa kita tidak ? Di
akhir tulisan saya hanya bisa berucap : Selamat mewujudkan berbagai gagasan
gila dalam hidup, karena Tuhan bersana kita semua.
** Dimuat di Majalah TataRuang Indonesia edisi 49/2015
Comments
Post a Comment