
Ingatan saya bagai dilemparkan pada periode 1998-2006. Itu rutinitasku juga saat itu. Hidup itu harus bekerja, dan bekerja itu bangun jam empat pagi, bergegas mengejar kereta menuju kantor untuk bergegas lagi malam harinya menuju rumah. Besok, sama saja. Kalau mendengar cerita bahwa di neraka ada yang disiksa hingga luka-luka, kemudian luka itu sembuh untuk kemudian disiksa lagi dan seterusnya dan seterusnya... maka saya pernah berkesimpulan bekerja dengan rutinitas "edan" seperti itu seperti dicemplungkan di neraka. Tapi itu pendapat saya.
Saya tulis catatan ini saat rehat siang menjelang sore di teras belakang rumah yang adem ditiup angin. Anak-anak sedang tidur siang, sebentar lagi mereka akan mulai bangun, berisik dan berangkat les. Mereka sudah tumbuh besar, dan alhamdulillah, saya ikut mendampingi mereka. Saya mendampingi mereka sebagai Bapak, bukan sebagai sekedar pengamat atau kritikus mereka yang hadir "setengah lengkap" saat akhir minggu (oya, separuhnya biasanya disita oleh gajet). Dan saya pikir, momen itu tak banyak dimiliki oleh "bapak-bapak" yang lain. Saya beruntung, alhamdulillah.
Saya sudah tak lagi "bekerja ala disiksa di neraka". Bila suka dikerjakan, jika tak suka ditinggalkan dulu. Sederhana.
Saya tulis catatan ini sambil memikirkan langkah lanjut sebuah "pekerjaan besar" yang sedang saya kerjakan bersama istri . "Pekerjaan besar" yang kami ambil selagi kami masih punya cadangan nyali sebagai modal. Sebentar lagi, mungkin, saat anak-anak mulai tumbuh dewasa, saat anak-anak membutuhkan banyak biaya untuk sekolahnya : nyali itu sudah tak lagi ada. Kini masih ada, maka kami genjot tenaga. Pekerjaan besar ini, tentu memerlukan pengorbanan besar. Itu biasa. Hal sulit adalah, meyakinkan diri bahwa keluar sementara dari zona nyaman untuk memulai "perjuangan baru". Bukankan namanya "zona nyaman" selalu enak?
Persiapan pekerjaan besar ini hampir usai. Beberapa saat ke depan pekerjaan besar ini sudah akan menggelinding dengan deras. Harapanku, dia akan memberikan lebih banyak "bekal" buat "perjalanan" berikutnya.
Dan entah mengapa, saat menulis catatan ini : saya merasa mimpi sudah hampir selesai dan sisa waktu saya tak lagi banyak.
Comments
Post a Comment