Minggu lalu, saya menyetir mobil -sendiri- dari Bogor ke Semarang. Dua belas jam perjalanan bukan waktu yang pendek. Jumat berangkat ke Semarang, Minggu saya sudah kembali lagi ke Bogor.
Beberapa teman yang tahu saya pergi ke Semarang, pasti mengira saya sedang memeriahkan liburan panjang Idul Adha. Bukan sebenarnya.
Pergi ke Semarang, bisa jadi menjadi perjalanan sakral buat saya, semacam ritual : karena itu waktunya menengok ibu, satu-satunya orangtua yang miliki saat ini setelah Bapak saya meninggal dunia 2006 lalu. Beberapa teman dengan kritis bilang, kenapa nggak pakai telepon saja? atau SMS, BBM, Whatsapp?
Mengunjungi orangtua bukanlah bisnis yang pantas kita hitung "cost benefit"nya. Mungkin sekali perjalanan ke Semarang -via darat, nyetir sendiri- bisa menghabiskan 2-3 juta untuk bensin dan akomodasi. Dibandingkan dengan pulsa telepon tentu jauh lebih besar, tapi bayangkan bagaimana bahagianya orangtua melihat anaknya pulang menyambangi.
Bandingkan dengan semua biaya yang mereka keluarkan hingga kita bisa selesai kuliah. Saya membayangkan perjuangan mereka, sebagaimana perjuangan saya menyiapkan Dana Pendidikan, Asuransi Kesehatan dan Dana Warisan untuk anak-anak.
Saya, mengingat saat anak-anak mengikuti piknik sekolah, akan dengan gelisah menunggu mereka segera pulang. Melihat wajah mereka. maka, bayangkan orangtua yang sudah tahunan tak pernah kita tengok, tentu rindunya seperti apa. Memastikan kondisinya sehat, adalah tujuan lain kepulangan saya.
Soal biaya, entah darimana rezeki selalu ada. Kalau kita berhitung dengan kalkulator manusia, logika apapun tak akan bisa menjawabnya. Pertanyaannya, buat anda yang masih memiliki orang tua, kapan anda terakhir menengoknya ?
Beberapa teman yang tahu saya pergi ke Semarang, pasti mengira saya sedang memeriahkan liburan panjang Idul Adha. Bukan sebenarnya.
Illustrasi dari KOMPAS |
Pergi ke Semarang, bisa jadi menjadi perjalanan sakral buat saya, semacam ritual : karena itu waktunya menengok ibu, satu-satunya orangtua yang miliki saat ini setelah Bapak saya meninggal dunia 2006 lalu. Beberapa teman dengan kritis bilang, kenapa nggak pakai telepon saja? atau SMS, BBM, Whatsapp?
Mengunjungi orangtua bukanlah bisnis yang pantas kita hitung "cost benefit"nya. Mungkin sekali perjalanan ke Semarang -via darat, nyetir sendiri- bisa menghabiskan 2-3 juta untuk bensin dan akomodasi. Dibandingkan dengan pulsa telepon tentu jauh lebih besar, tapi bayangkan bagaimana bahagianya orangtua melihat anaknya pulang menyambangi.
Bandingkan dengan semua biaya yang mereka keluarkan hingga kita bisa selesai kuliah. Saya membayangkan perjuangan mereka, sebagaimana perjuangan saya menyiapkan Dana Pendidikan, Asuransi Kesehatan dan Dana Warisan untuk anak-anak.
Saya, mengingat saat anak-anak mengikuti piknik sekolah, akan dengan gelisah menunggu mereka segera pulang. Melihat wajah mereka. maka, bayangkan orangtua yang sudah tahunan tak pernah kita tengok, tentu rindunya seperti apa. Memastikan kondisinya sehat, adalah tujuan lain kepulangan saya.
Soal biaya, entah darimana rezeki selalu ada. Kalau kita berhitung dengan kalkulator manusia, logika apapun tak akan bisa menjawabnya. Pertanyaannya, buat anda yang masih memiliki orang tua, kapan anda terakhir menengoknya ?
Comments
Post a Comment