Skip to main content

PUTUS ASA


Siang belum beranjak sore, ketika seorang lelaki setengah baya bermasker masuk ke kantor kami. Hal yang biasa, karena ada saja nasabah yang datang ke kantor, walaupun ada pelayanan daring.

"Saya mau melakukan pengkinian data polis", Demikian katanya, tanpa melepas maskernya. Salah seorang tim BHR bergegas menghampiri dan menyampaikan bahwa perubahan data bisa dilakukan via daring, sehingga data bisa langsung terubah. Namun lelaki setengah baya ini tak segera beranjak, dan justru mengajak tim kami ini ngobrol ngalor ngidul soal produk dan lainnya.

Setelah setengah jam, lelaki ini berpamitan dan minta nomor kontak tim kami. "Nanti saya hubungi ya, kalau saya membutuhkan produk baru", Katanya. Nomor diberikan.

Selang dua hari lelaki ini menghubungi kembali tim saya, minta bertemu. "Saya mau ambil asuransi jiwa, tolong nanti dihitungkan pas ketemu", begitu katanya.

Di Warung Kopi depan kantor, Lelaki ini dan Tim saya bertemu. Dia memberikan nama dan tanggal lahir sebagai dasar penghitungan Proposal Asuransi Jiwa. Belakangan kami tahu nama itu palsu. Tiga-empat kali tim saya membuatkan proposal, si lelaki ini bilang "kurang cocok", hingga proposal terakhir keluarlah angka premi Rp 150.000.000,-.

Namun, anehnya dia justru bertanya "Ini komisinya berapa". Tim saya heran", Buat apa tanya komisi ya pak".

Sambil membuka maskernya, si Lelaki ini berkata", Jujur saja Bu, saya ini "Leader" Asuransi Jiwa juga di Asuransi X. Saya baru saja pindah dari Asuransi Y, namun istri saya masih 'saya pasang' di Asuransi Y".

Si Lelaki ini lalu nyerocos menawarkan Program Financing kalau tim saya mau pindah beserta bunga-bunganya, sambil mendesak tim saya mau bergabung dengannya dengan janji karir dan pendapatannya akan jauh lebih baik.

Yang menyebalkan, selain mendesak, orang ini juga menjelek-jelekkan produk yang tadi dimintanya dari Tim saya. Tak bisa dijual-lah, Komisinya kecil-lah dan sebagainya.

Tim saya ini kebetulan sudah cukup lama berada di BHR, dengan lugas dia jawab", Cara Bapak menawari saya untuk bergabung sama sekali tidak etis".

Pertama, dia melakukan praktek "Dua Kaki" namun menawarkan peluang pendapatan yang lebih baik di tempat baru. Kalau pendapatan lebih baik, ngapain musti berada di dua perusahaan asuransi sekaligus yang jelas melanggar aturan?

Kedua, dia menjanjikan program "Financing" dari mulai "Sign on Bonus" dan lainnya sebagai ganti atas penghasilan yang hilang di tempat lama akibat kepindahan ke tempat baru. Tapi dengan "jujur" bilang masing memasang istrinya yang hampir dipastikan hanya "boneka" di tempat lama. Kalau Financingnya cukup, mengapa harus memasang boneka?

Ketiga, dia tak jujur bilang bahwa "Financing" itu adalah hutang. Pembayaran kompensasi di muka yang harus dibayar dengan target, bukan uang gratis. Saya bilang ke tim saya", Selama ini portofolio keuangan kamu sudah bagus, akan tiba-tiba jeblok gara-gara kamu menerima "hutang" berbentuk financing yang kamu belum tentu bisa bayar".

Keempat, dia sedang nyata-nyata melakukan praktek "poaching" atau pembajakan, hal yang secara etis dilarang dalam praktek keagenan asuransi.

Kelima, dia tak mau susah payah mendidik tim baru. Mau terima instan saja.

Setelah mendengar cerita tim saya ini, saya jadi bertanya... Se-PUTUS ASA- inikah pelaku industri asuransi?

Bagaimana kita bisa dengan idealis melakukan edukasi, memperbesar literasi kalau praktek-praktek "poaching" seperti ini masih merajalela?

Comments

  1. sepertinya itu melanggar kode etik penjualan asuransi ya pak, menjelekkan produk lain

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG