Sebagai bagian riset untuk keperluan buku saya ke sembilan, kemarin saya menonton beberapa video di Youtube tentang korban-korban investasi bodong.
Dari semua video yang saya tonton, kalau bisa diambil "garis merahnya" penyebabnya hanya ada dua : keinginan cepat memperolah hasil yang besar (cq. cepet kaya) dan Minimnya literasi/pengetahuan soal investasi.
Baik, kita bahas satu per satu.
PERTAMA. Soal pengen cepat kaya dari hasil investasi. Begini, saya selalu percaya bahwa kalau kita ingin kaya caranya hanya bekerja atau berbisnis dengan "keras". Kaya berbicara kondisi keuangan hari ini yang bisa diraih dengan upaya-upaya tadi.
Investasi -menurut saya- tidak pernah ditujukan agar kita kaya. Investasi dilakukan agar tujuan keuangan kita di masa depan bisa tercapai. Misal : ada biaya pendidikan anak yang mencukupi atau memiliki uang pensiun yang menjamin masa pensiun sejahtera. Investasi bicara kondisi keuangan di masa depan.
Maka -ambil saja contoh -saham. Trading (atau berdagang) saham, mau pakai robot ataupun dikerjakan sendiri, adalah pekerjaan, bisa bikin kita kaya (kalau dikerjakan dengan keras dan cerdas), namun membeli saham dan menyimpannya untuk dijual 10-15tahun kelak adalah investasi.
Jelas kan ya ...
KEDUA, minimnya literasi atau pengetahuan soal investasi. Ini yang paling banyak terjadi.
Tahu kan krisis apa yang paling besar melanda negara kita? Bukan krisis ekonomi atau krisis energi. Namun krisis Keteladanan.
Kita minta anak kita berprestasi, tapi orang tuanya nggak berprestasi. Kita pengen anak kita datang ke sekolah tidak terlambat, tapi orang tuanya selalu terlambat tiap kali datang ke acara. Paling parah : kita cerewet pada anak kita agar dia rajin belajar dan membaca, sementara orang tuanya? Mending beli Liquid Vape atau tas baru daripada beli (dan) baca Buku !
Akhirnya, karena minimnya pengetahuan, berinvestasi hanya ikut kata orang dan sekedar FOMO (takut dianggap ketinggalan jaman).
Saya lihat di video ada yang tertipu investasi karena terlalu percaya ucapan tokoh agama yang diikutinya (padahal si tokoh agama tak memiliki kapabilitas soal investasi).
"Tapi aku percaya sama temanku ini, Bas. Karena dia orang paling
hebat di perusahaan sekuritas atau bank tempat dia bekerja", Katamu.
Begini, di agency saya sering merekrut orang-orang (yang mengaku)
hebat di kantornya dulu. Tapi apakah ketika dia terjun sebagai "entrepreneur" tetap bisa
hebat ? Tidak juga, ternyata.
hebat di kantornya dulu. Tapi apakah ketika dia terjun sebagai "entrepreneur" tetap bisa
hebat ? Tidak juga, ternyata.
Dia dulu bisa hebat karena ada nama besar kantor tempat dia bekerja. Karena nama besar kantor itulah dia mencapat kemudahan akses dan kepercayaan nasabah. Ketika dia berdiri sendiri apakah dia bisa mempertahankan 'kehebatannya"? Nah itu soal yang sama sekali berbeda.
Maka, menulis buku tentang Investasi ini menjadi sebuah misi penting buat saya. Walaupun saya tahu, kita masih sedang dalam krisis keteladanan. Cerewet memerintahkan anaknya banyak membaca buku, tapi orang tuanya malas (membeli dan) membaca buku ...
Jangan FOMO, itu saja intinya ...
Comments
Post a Comment