Di pertengahan tahun 2002, saat memutuskan mengundurkan diri dari TEMPO, saya mendapatkan "uang jasa". Seingat saya nilainya sekitar Rp 55 juta. Saat ini saya bingung uang itu mau saya pakai apa, dan walhasil uang itu habis tak bersisa tanpa ada jejaknya.
Maka, bayangkan, bila hari ini ada rezeki nomplok, anda menerima uang Rp 1 milyar. Mau dipakai apa uang itu.
Ada yang berfikir, belikan rumah buat investasi. Boleeeh...itu kan uang anda. Tapi beli rumah di jabotabek, yang masuk ukuran layak dan bisa dijadikan investasi tentu tak cukup Rp 200-300 juta kan. Belum lagi kalau rumah itu kosong, perlu biaya untuk mengurusinya, listrik, air, perawatan. Dikontrakkan? banyak cerita yang beredar, mengontrakkan rumah justru langkah untuk merusak rumah secara pelan-pelan. pengalaman saya, rumah saya justru rusak ketika dikontrakkan, belum lagi tagihan listri dan air yang dijebol tidak dibayar...fiiiuhhhh.
Ada yang berfikir, belikan mobil. Wah, ini agak repot. Dengan tiap bulan bermunculan mobil baru, harga mobil bekas segitu cepat ambrolnya. Belum lagi kalau tak biasa "merawat" mobil, yang ada bakalan tekor karena rajin keluar masuk bengkel. Ampuunn..mau sohor malah tekor.
Ada yang punya ide, masukkan saya dalam deposito. Tapi, apa daya inflasi tahun ini saja berada di ambang dua kali lipat riba deposito. Bukan untung malah buntung.
Tapi, ada yang memilih meletakkan uang Rp 1 milyar itu dalam beberapa "keranjang". Keranjang yang pertama bernama Simpanan Dana Pensiun. Dia simpan dananya disitu, limabelas tahun kemudian dananya akan beranak pinak. lalu, sebagian diletakkannya dalam instrumen investasi syariah dengan basis pasar modal. Biar nggak ada unsur riba-nya, tapi pengembangan baik tanpa harus pusing mikirin "perawatan"-nya.
Coba, ilmu terakhir ini saya kuasai sejak dulu, mungkin lain jadinya. Dan Coba, beneran dapat duit Rp 1 miliar itu hehehe...
Note : buat sebagian orang, cerita ini sedikit mengintimidasi. Sebab, saldo di tabungannya selalu minimum.
Comments
Post a Comment