Skip to main content

Hidup Pas-Pasan



Ada candaan yang beredar di pesan pendek berantai, atau media social : Enak itu hidup pas-pasan, pas perlu uang, pas selalu ada uangnya.  Buat Rico, seorang agen Koran di bilangan Beji-Depok, hidup pas-pasan bukan lagi candaan.

Tidak betah berada di kubik kecil di kantornya di bilangan Thamrin Jakarta, Delapan tahun lalu Rico memutuskan mengundurkan diri dan mencoba peruntungan di berbagai usaha.  Nasib baiknya melambung ketika seorang teman yang bekerja di penerbitan Koran menawarinya menjadi agen Koran. Dengan modal kerja keras, dibantu istri yang tekun membantunya, kini Rico sudah cukup sukses membangun “kerajaan bisnis”  keagenan korannya.  Hasilnya bisa dipakainya menghidupi dan menyekolahkan ketiga anaknya.
Tapi, Rico punya rahasia.  Lima tahun lalu, saat usaha korannya mulai merangkak, dia bertemu Qurotul'ain Sadiqah, atau yang akrab dipanggil Ina, seorang Ahli Perencanaan Keuangan.  Rico –dengan bercanda bilang ingin hidupnya pas-pasan.
 
Ina, ibu dua putrid yang tinggal dikota yang bertetangga dengan Depok, pertama menyarankan Rico menghitung nilai ekonomisnya terlebih dahulu.  Dengan “setoran” ke keluarga untuk biaya hidup per bulan Rp 5 juta, maka Rico disarankan menyiapkan “dana warisan” sebesar Rp 1,2 Milyar.  Untuk ini Rico –yang saat itu berusia 35 tahun – harus menyisihkan Rp 3,5 juta/tahun.  Hingga bila “terjadi apa-apa” dengannya, keluarganya tetap akan menerima Rp 5 juta per bulan.
Tak berhenti sampai di sana, Ina juga merekomendasikan Rico menyisihkan Rp 50ribu per hari untuk dana kesehatan dan tabungan pendidikan anak-anaknya.  Ina sampaikan ke Rico”, Yang dibutuhkan hanya sedikit uang dan sedikit kedisiplinan”. 

Dan itu benar adanya, suatu kali Rico sakit dan terbaring di Rumah Sakit,  dana kesehatan yang membereskan persoalan tagihan RS-nya. Dan saat anaknya perlu biaya untuk beli buku, dana tabungan membereskan juga persoalan itu.  Pas perlu uang, pas ada uang.  

** Tulisan saya ini dimuat di Harian RADAR DEPOK Edisi 17 Juli 2013

Comments

Popular posts from this blog

MAU JUAL GINJAL? BACA SAMPAI SELESAI !

Sudah dua tahun tak bertemu, seorang teman mengirimkan "broadcast message" (BM) di perangkat Blackberry saya. BM-nya agak mengerikan : dia mencari donor ginjal untuk saudaranya yang membutuhkan. Soal harga -bila pendonor bermaksud "menjual" ginjalnya bisa dibicarakan dengannya. Membaca BM itu, saya teringat kisah pak Dahlan Iskan dalam bukunya GANTI HATI. Dengan jenaka beliau bercanda, bahwa kini dia memiliki 2 bintang seharga masing-masing 1 milyar, satu bintang yang biasa dia kendarai kemana-mana (logo mobil Mercedez) dan satu bintang jahitan di perutnya hasil operasi transplatasi hati. Ya, hati pak Dahlan "diganti" dengan hati seorang anak muda dari Cina, kabarnya harganya 1 miliar. Lalu, iseng-iseng saya browsing, dan ketemulah data ini, Data Harga organ tubuh manusia di pasar gelap (kondisi sudah meninggal dibawah 10 jam, sumber :http://namakuddn.wordpress.com/2012/04/27/inilah-daftar-harga-organ-tubuh-manusia-di-pasar-gelap/) 1. Sepasang bola mata: U

KAN SAYA MASIH HIDUP ...

“Harta, sebenarnya belum bisa dikatakan pembagian harta karena saya masih hidup. Tetapi saya tetap akan membagikan hak mereka masing-masing sesuai dengan peraturan agama,” ujar ibu Fariani. Ibu Fariani adalah seorang ibu dengan empat orang anak yang baru saja ditinggalkan suaminya Ipda Purnawirawan Matta. Almarhum meninggalkan harta waris berupa tanah, rumah dan mobil senilai Rp 15 Miliar. Pada bulan Maret 2017, ketiga anak ibu Fariani mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara dengan nomor 163/ptg/ 2013/PA/2017, yang inti gugatannya : Meminta bagian mereka selaku ahli waris yang sah atas harta waris almarhum ayah mereka. Dunia makin aneh? Anak kurang ajar? Tidak. Banyak orang yang memiliki pendapat seperti ibu Fariani, sebagaimana yang saya kutip di paragraf pertama di atas. Pendapat yang KELIRU. Begitu seorang suami meninggal dunia, maka hartanya tidak serta merta menjadi miliki istri atau anak-anaknya. Harta itu berubah menjadi h

CERITA 19 EKOR SAPI

Dul Kemit, Dede dan Khomsul datang ke rumah pak Lurah sambil bersungut-sungut. Mereka mencari orang yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Pak Lurah menyambut mereka, dan tiga bersaudara ini menyampaikan masalahnya. Ayah Dul Kemit, Dede dan Khomsul baru saja meninggal seminggu lalu. Ceritanya, almarhum ayah meninggalkan WASIAT bahwa 19 ekor sapi yang ditinggalkan dibagi untuk mereka bertiga dengan porsi : Dul Kemit 1/2 bagian, Dede 1/4 bagian dan Khomsul 1/5 bagian. Pak Lurah pusing menghitung pembagiannya, karena pesan almarhum adalah saat membagi : sapi tidak boleh disembelih, dijual atau dikurangi. Untuk itu dia minta bantuan pak Bhabin dan Babinsa. Lalu pak Bhabin bilang", Sapi ada 19. Mau dibagi untuk Anak pertama 1/2, anak kedua 1/4 dan anak ketiga 1/5 tanpa menyembelih, tanpa mengurangi". Ketiga bersaudara itu menangguk-angguk. "Oke kalau begitu, supaya tidak berantem, saya akan sumbangkan satu ekor sapi milik saya untuk MENGG