Pandemi Covid sudah hampir ulang tahun sebentar lagi. Pelajaran apa kita peroleh?
Anak saya pertama kuliah di Jatinangor, tinggal menunggu ujian skripsi. Sudah sejak setahun lalu dia berada di rumah, karena proses penelitian dan penyusunan skripsi dia lakukan di rumah.
Karena banyak waktu luang (maklum di rumah tak banyak godaan untuk pergi keluar) dia melamar internship (magang) kesana-kemari sambil jualan souvenir berthema K-POP di marketplace. Sekitar Oktober 2020 lalu dia diterima magang di sebuah perusahaan startup.
Januari 2021 lalu, dia dipercaya oleh bos-nya memimpin sebuah project baru di perusahaan tersebut (otomatis gajinya naik, lumayan gede untuk ukuran anak belum lulus). Dia sudah sadar investasi dari sejak tingkat 1, tiap bulan uang kiriman untuknya 10% langsung dia masukkan Reksadana.
Dia sudah tahu banget bahwa gajinya harus dia bagi dalam dua porsi 70-30. Yang 70% dinikmati dan 30% di masukkan dalam SIP (Saving, Investment, Protection).
Dari porsi 70% tersebut, yang dia harusnya nikmati, dia bilang",Aku mau jadiin barang saja, supaya ada bentuk dan kenangannya". Dan dijuallah motor miliknya, dia tambahin dengan tabungan... Dia jadikan DP sebuah mobil baru.
"Cicilannya nanti aku bayar dari 70% gajiku. Karena toh, aku masih ikut (hidup bareng) Bapak dan Mama. Biar aku makin semangat cari duit", Katanya.
Alhamdulillah, gara-gara pandemi, dia malah bisa memiliki mobil baru pertamanya di usia 21 tahun.
Anak kedua saya sudah masuk kuliah semester tiga di International Relation - President University yang menyediakan dormitory untuk mahasiswanya. Tapi jangankan tinggal di dormitory, kuliah dan ujian semesterpun hingga kini masih dilakukan di rumah.
Belum sekalipun dia ketemu darat dengan teman kuliahnya. Dan sama, karena banyak waktu, dia mencari kesibukan dengan bergabung di beberapa organisasi secara "online" : salah satunya MUN (Model United Nation) yang anggotanya datang dari seluruh penjuru dunia. Tiap malam dia sibuk "meeting" dengan teman-teman barunya, tentu berbahasa Inggris karena temannya berasal dari luar Indonesia. Makin cas-cis-cus.
Dari situ saya merenung. Anak-anak dengan mudah bisa menyesuaikan diri dengan keadaan, mereka gampang banget beradaptasi.
Pandemi buat mereka bukanlah halangan sama sekali, malah menumbuhkan peluang-peluang baru. Kami berdua -orangtuanya- tak pernah menuntut mereka untuk belajar dan berubah. Karena kami hanya bisa memberi contoh.
Maka, benarlah kata orang tua dulu : ajarilah anak dengan INSPIRASI, bukan INSTRUKSI. Menuntun, bukan Menuntut.
Bagaimana anaknya mau belajar, kalau orangtuanya malas belajar. Bagaimana anak akan beradaptasi pada tantangan perubahan zaman, kalau orangtuanya mandeg dan tak mau keluar dari zona nyamannya.
Pandemi, buat sebagian orang bisa jadi adalah musibah. Tapi, tetap saja ada pelajaran dan berkah di belakangnya. Tinggal kita bisa "membaca"-nya, atau tidak. Iqra
Anak saya pertama kuliah di Jatinangor, tinggal menunggu ujian skripsi. Sudah sejak setahun lalu dia berada di rumah, karena proses penelitian dan penyusunan skripsi dia lakukan di rumah.
Karena banyak waktu luang (maklum di rumah tak banyak godaan untuk pergi keluar) dia melamar internship (magang) kesana-kemari sambil jualan souvenir berthema K-POP di marketplace. Sekitar Oktober 2020 lalu dia diterima magang di sebuah perusahaan startup.
Januari 2021 lalu, dia dipercaya oleh bos-nya memimpin sebuah project baru di perusahaan tersebut (otomatis gajinya naik, lumayan gede untuk ukuran anak belum lulus). Dia sudah sadar investasi dari sejak tingkat 1, tiap bulan uang kiriman untuknya 10% langsung dia masukkan Reksadana.
Dia sudah tahu banget bahwa gajinya harus dia bagi dalam dua porsi 70-30. Yang 70% dinikmati dan 30% di masukkan dalam SIP (Saving, Investment, Protection).
Dari porsi 70% tersebut, yang dia harusnya nikmati, dia bilang",Aku mau jadiin barang saja, supaya ada bentuk dan kenangannya". Dan dijuallah motor miliknya, dia tambahin dengan tabungan... Dia jadikan DP sebuah mobil baru.
"Cicilannya nanti aku bayar dari 70% gajiku. Karena toh, aku masih ikut (hidup bareng) Bapak dan Mama. Biar aku makin semangat cari duit", Katanya.
Alhamdulillah, gara-gara pandemi, dia malah bisa memiliki mobil baru pertamanya di usia 21 tahun.
Anak kedua saya sudah masuk kuliah semester tiga di International Relation - President University yang menyediakan dormitory untuk mahasiswanya. Tapi jangankan tinggal di dormitory, kuliah dan ujian semesterpun hingga kini masih dilakukan di rumah.
Belum sekalipun dia ketemu darat dengan teman kuliahnya. Dan sama, karena banyak waktu, dia mencari kesibukan dengan bergabung di beberapa organisasi secara "online" : salah satunya MUN (Model United Nation) yang anggotanya datang dari seluruh penjuru dunia. Tiap malam dia sibuk "meeting" dengan teman-teman barunya, tentu berbahasa Inggris karena temannya berasal dari luar Indonesia. Makin cas-cis-cus.
Dari situ saya merenung. Anak-anak dengan mudah bisa menyesuaikan diri dengan keadaan, mereka gampang banget beradaptasi.
Pandemi buat mereka bukanlah halangan sama sekali, malah menumbuhkan peluang-peluang baru. Kami berdua -orangtuanya- tak pernah menuntut mereka untuk belajar dan berubah. Karena kami hanya bisa memberi contoh.
Maka, benarlah kata orang tua dulu : ajarilah anak dengan INSPIRASI, bukan INSTRUKSI. Menuntun, bukan Menuntut.
Bagaimana anaknya mau belajar, kalau orangtuanya malas belajar. Bagaimana anak akan beradaptasi pada tantangan perubahan zaman, kalau orangtuanya mandeg dan tak mau keluar dari zona nyamannya.
Pandemi, buat sebagian orang bisa jadi adalah musibah. Tapi, tetap saja ada pelajaran dan berkah di belakangnya. Tinggal kita bisa "membaca"-nya, atau tidak. Iqra
Keren pak bos....
ReplyDeleteterimakasih
Delete